Senin, 19 Januari 2009

KONSEP METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN

KONSEP METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN


Oleh:

Hikmatulloh, S. PdI

I. Pendahuluan

Pendidikan Islam, tentunya tidak akan terlepas dari “Panduan” ajaran Islam itu sendiri yakni al-Qur’an. Dalam konsep pendidikan Islam, maka harus melihat segala sesuatunya dari sudut al-Qur’an dan as-Sunnah.

Metode dalam pengajaran juga termasuk ke dalam kurikulum pendidikan. Dan pendidikan agama Islam, harus mengacu kepada al-Qur’an, tulisan ini berusaha menggali konsep dan asa pendidikan Islam khususnya menyangkut metode pengajaran yang ada dalam Al-Qur’an.

Sebagaimana dalam beberapa ayat al-Qur’an, metode memiliki kaitan yang amat luas. Thariqah atau metode yang digunakan tersebut, terkadang di dalam al-Qur’an, dilihat dari segi objeknya, sifatnya, fungsinya, akibatnya dan sebagainya. Hal ini berarti didalam al-Qur’an terdapat perhatian yang luar biasa tinggi. Dan dengan demikian al-Qur’an lebih menunjukannya dengan isyarat-isyarat yang memungkinkan dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut. Akan tetapi, dalam hal ini al-Qur’an tidak menunjukan arti dari metode pendidikan secara tersurat, akan tetapi tersirat, hal ini karena memang al-Qur’an bukan ilmu pengetahuan tentang metode. Dan pemahaman sangat dituntut dalam menemukan pengertian yang macam-macam.

Dalam Bahasa Arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata (الطريقة), (منهج), dan (الوصيلة). (الطريقة) berarti jalan, (المنهج) berarti system dan (الوصيلة) berarti mediator. Dengan demikian ata arab yang dekat dengan arti metode adalah (الطريقة). Kata serupa dengan kata (الطريقة) ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an. kata (طريقة) diulang sebanyak 11 kali. Kata ini biasanya dihubungkan dengan objeknya yang dituju seperti menuju neraka seperti dalam an-Nisa (4); 169:

Artinya: Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.

Terkadang kata (الطريقة) juga dihubungkan dengan sifat jalan yang dituju tersebut seperti dalam Q.S. Al Ahqaf (46); 30:

Artinya: memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.

II. Pembahasan

Bertolak dari pandangan tersebut, al-Qur’an menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam tata cara menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain.

1. Metode Teladan

Dalam Q. S. Al Ahzab (33):21 Allah menyatakan bahwa:

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu….

Dalam al-Qur’an, kata teladan diproyeksikan dengan kata (أسرة) yang kemudian diberi kata sifat (حسنة). Kata (أسرة) diulang dalam al-Qur’an sebanyak 6 kali dengan mengambil contoh dari nabi. Dalam surat al-Ahzab diatas, merupakan bukti adanya metode keteladanan dalam pengajaran. Muhammad Qutb misalnya, mengisyaratkan bahwa di dalam Nabi Muhammad adalah contoh yang baik dan ini merupakan suatu metodologi dalam pengajaran. Bahwa harus mancontoh Nabi baik segi akhlak dalam bermasyarakat maupun dalam beribadah kepada Allah.

Lebih lanjut, al-Qur’an menjelaskan Akhlak nabi Muhammad dalam bentuk tingkah laku. Misalnya dalam surat al Fatr (48): 29:


Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

Hal ini menandakan bahwa dalam dunia pendidikan seorang figur yang baik harus ada. Dalam hal ini tentunya seorang guru harus memiliki figur yang baik yang mana bisa di contoh oleh murid atau anak didiknya.

2. Metode Kisah-kisah

Sidalam al-Qur’an selain terdapat nama suatu surat, yaitu surat al-Qasas yang berarti cerita-cerita atau kisah-kisah, juga kata kisah tersebut diulang sebanyak 44 kali. Quraishihab pernah meneliti, bahwa mengemukakan kisah dalam al-Qur’an tidak segan-segan untuk mengatakan atau memberitahukan “kelemahan Manusiawi”.

Kisah-kisah sebagai metode pendidikan, tenyata memiliki daya tarik yang dapat menyentuh perasaan. Islam menyadari sifat alamiah tersebut, dan menyadari pengaruhnya yang sangat besar.

Sebagai contoh, dalam Q.S Al Qashash () 76-81, Allah memberi pelajaran contoh orang yang tercela:


Artinya: (76). Sesungguhnya Karun adalah Termasuk kaum Musa, Maka ia Berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". (77). Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (78). Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.(79). Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".(80). Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".(81). Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan Tiadalah ia Termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).

Cerita ataupun kisah sebagaimana di atas bisa dijadikan contoh dari teknik pendidikan. Allah menggunakan berbagai cerita; cerita sejarah faktual yang menampilkan suatu tokoh kehidupan manusia yang dimaksudkan agar manusia bisa berfikir dan mengambil pelajaran dari kisah tersebut.

Untuk maksud dan tujuan cerita tersebut, al-Qur'an mengungkapkan sebanyak 44 kali seperti diatas. Sebagaimana dalam Q.S. al-Baqarah (2): 30-39 misalnya berisi tentang dialog antara Allah dan Malaikat.


Artinya: (30). Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (31). Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (32). Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (33). Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (34). Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (35). Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim. (36). Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (37). Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (38). Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (39). Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Dalam kisah ini, Allah bermaksud mengungkapkan bahwa khaligah dimuka bumi ini adalah dari jenis manusia. Manusia dengan sikap protes kurang sejalan dengan kehendak Allah. Akan tetapi setalah manusia diberi pengajaran oleh Allah barulah malaikat mengikuti kekhalifahan. Hal ini dikarenakan manusia memiliki potensi untuk dididik sehingga dapat tampil sebagai pemimpin dimuka bumi.

Demikian adalah contoh dari kisah yang dapat diangkat menjadi metode pengajaran dalam pendidikan Islam. Pendidik dapat menggali hikmah dibalik kisah tersebut dan menyampaikainya kepada peserta didik. Dan kedua kisah diatas adalah contoh metode pendidikan Allah melalui kisah al-Qur’an dalam aspek keimanan dan akhlak.

3. Metode Nasihat

Al-Qur’an juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Hal demikian kemudian dikenal dengan nasihat. Akan tetapi nasihat yang disampaikannya selalu disertai dengan panutan/teladan si pemberi atau penyampai nasihat tersebut.

Di dalam al-Qur’an kata-kata nasihat diulang sebanyak 13 ayat dalam 7 surat. Diantara ayat-ayat tersebut ada yang berkaitan dengan nasihat para nabi terhadap kaumnya. Sebagaimana Nabi Saleh menasihati kaumnya dalam Q.S. al-A’raf (7):79


Artinya: 79. Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”.

Pada ayat ini, nasihat diberikan kepada satu kaum yang terlihat melanggar perintah Allah. Kaum tersebut terkena bencana karena tidak mengindahkan nasihat tersebut. Nasihat pada umumnya diberikan kepada orang yang menyimpang. Jika nasihat ini dikaitkan dengan dengan metode, maka menurut al-Qur’an metode itu hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan, . dengan demikian, metode nasihat tampaknya lebih ditunjukan kepada murid-murid atau peserta didik yang malanggar peraturan. Ini menunjukan dasar fisikologis yang kuat karena pada umumnya orang tidak menyenangi nasihat, apalagi apabila nasihat itu ditunjukan kepada pribadi tertentu.

Nasihat juga menunjukan perbedaan antara yang memberi nasihat dengan yang dinasihati. Yang menasihati berada pada posisi lebih tinggi. Lebih-lebih bila nasihat tersebut datang dari orang yang tidak disukai, maka tidak akan banyak artinya. Berbeda bila nasihat diberikan oleh orang yang disukai secara obyaktif, mereka justru meminta nasihat atau lebih senang dinasihati. Nampaknya nasihat harus lebih dahulu didasarkan kepada kepribadian pemberi nasihat.

Q.S. al-Aaraf (7):79

Artinya: 93. Maka Syu’aib meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?”

Inti dari persoalan ayat ini sama dengan ayat sebelumnya. Perbedaan terletak pada yang memberi nasihat, yaitu Nabi Syu’aeb. Hal serupa juga dapat dijumpai pada Q.S (28); (20); (7); (29) dan ; (79).

Nasihat juga bisa datang dari bawah ke atas dengan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yang menasihati lebih baik dari yang dinasihati, seperti nabi Ibrahim menasihati ayahnya, azar yang menyembah dan pembuat berhala. Yang kedua, yang menasihati lebih buruk dari yang dinasihati, seperti putra putri nabi Yakub yang berniat jahat pada saudaranya nabi Yusuf. Q. S. (12): 11:


Artinya: 11. Mereka berkata: “Wahai ayah Kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai Kami terhadap Yusuf, Padahal Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.

Dengan demikian nasihat, bisa saja digunakan untuk tujuan-tujuan kurang baik, namun ini jarang terjadi. Yang banyak dilakukan adalah nasihat tersebut sasarannya adalah timbulnya kesadaran pada orang yang dinasihati. Ini bisa dilihat pada apa yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim kepada putranya: Q.S. Luqman ():13-19:

Artinya (13). Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

16. (Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Dari uraian diatas sudah jelas bahwa al-Qur’an secara eksplisit menggunakan nasihat sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Karenanya sebagai metode pengajaran, nasihat dapat dilakukan.

III. Kesimpulan

Di dalam al-Qur’an sangat banyak sekali metode pengajaran yang Allah contohkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh yang terdapat di atas.

Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak akan pernah habis digali isinya. Demikian juga mengenai masalah metode pendidikan Islam ini masih bisa dikembangkan lebih lanjut.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan Islam atau tarbiyah Islamiyah, masalah metode mendapat perhatian yang sangat besar. Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumbangan ajaran Islam berisi prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang dapat difahami dan diinterpretasikan menjadi konsep metode yang bisa diterapkan.

Written by aa_Hikmat

Nopember 25, 2008 pada 3:45 am

Posted in 1 pendidikan

Tagged with 1 pendidikan, Add new tag, al-Qir'an, Filsafat Pendidikan, Hikmatulloh, pendidikan agama, transmisi keilmuan

copyrd by http://ahikmat.wordpress.com

Tidak ada komentar: