Rabu, 12 November 2008

Menggagas Kembali Konsep Sistem Pendidikan Islam
By hati-itb • September 18, 2008

Oleh: Female HATI

“Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …”


(Ajip Rosidi, Ketua Umum Yayasan Rancage, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya Sunda I, di Bandung, Minggu (26/8/2001))

Latar Belakang
Benarkah apa yang dinyatakan oleh Ajip Rosidi di atas? Bila benar, apa sebenarnya yang masih diwarisi oleh sistem pendidikan nasional dari sistem pendidikan kolonial? Apa indikasinya? Dan yang terpenting, apa yang musti dilakukan untuk memperbaiki sistem pendidikan yang carut marut itu? Perombakan total seperti apa — mengikuti saran Ajip — yang harus dilakukan?

Ketika dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik, maka seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan mempersoalkan hal yang lebih mendasar — yakni tentang sistem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekular-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses pendidikan.

Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Pendidikan Sekuler Bagian dari Kehidupan Sekuler
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta paradigma pendidikan yang materialistik.

Solusi Fundamental
Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang keliru di mana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.

Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung; dan, (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif.

Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani.

Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orangtua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.

Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada media massa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik.

Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.

Solusi Pada Tataran Paradigmatik
Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.

Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya.

Solusi Pada Tataran Strategi Fungsional
Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama. Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.

Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan di mana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik; (2) guru/dosen yang profesional, amanah, dan kafa’ah; (3) proses belajar mengajar secara Islami; dan, (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.

Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus - keluarga - masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam. Berangkat dari paparan di atas, maka untuk mewujudkan lembaga pendidikan unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat empat komponen yang harus dipersiapkan guna menunjang tindak solusif sebagaimana yang digagas — seperti tampak pada Bagan Skematis Fakta dan Solusi Problematika Pendidikan di Sekolah, yakni penyiapan kurikulum paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan sumber daya guru/dosen. (Aliya)

Sumber: http://femaleofhati.blogspot.com/

Categories: Tulisan Kami
Tags: pendidikan, sistem
Melatih Kecerdasan Emosi Anak : Mengenali Emosi Anak
2008-10-23 07:36:24 | 21 Viewed | 0 Pendapat

Kini orang tua semakin peduli dengan karakter anak, sejak mulai dipopulerkannya konsep kecerdasan emosi oleh Daniel Goleman di tahun 1995. Para orang tua semakin sadar dan yakin bahwa keberhasilan anak tidak lagi cukup dengan ketrampilan teknis dan pengetahuan ilmiah, namun juga dengan kemampuan pengendalian diri dan hidup bermasyarakat.




Secara garis besar ada dua hal utama dalam kecerdasan emosi, yaitu mengenali dan mengelola emosi. Langkah pertama mengajarkan kecerdasan emosi adalah mengenalkan berbagai jenis emosi kepada anak. Bagaimana caranya?




Tips sederhana dalam mengajarkan kecerdasan emosi adalah dengan sering menyebutkan berbagai jenis emosi kepada anak. Misalnya anak sedang cemberut, maka sebagai orang tua kita dapat menegaskan situasi emosi tersebut kepada anak, misalnya dengan menanyakan, “Adik cemberut, apa sedang kesal? Adik kesal apa karena Ibu melarang nonton TV?” Dengan demikian anak dipandu untuk terbiasa mengenali kondisi emosi dirinya dan penyebab munculnya emosi itu.




Cara lain adalah dengan menunjukkan berbagai gambar, atau mengomentari situasi baik di majalah, TV, maupun media lainnya. Misalnya ketika melihat TV di mana ada tokoh yang sedang sedih karena dinakali oleh tokoh lainnya (hal ini sering muncul di film kartun), maka kita berkomentar, “Aduh, kasihan sekali si anu, pasti dia sangat sedih karena tindakan nakal temannya itu..” Hal yang sama dapat dilakukan pula saat membaca dongeng. Orang tua perlu berkali-kali menyebutkan situasi emosi para tokoh dalam cerita tersebut. Selain memperkenalkan berbagai jenis emosi, pada saat yang sama anak juga belajar hal-hal yang menyebabkan munculnya emosi tersebut, misalnya perasaan sedih salah satu tokoh cerita karena ditipu atau dihina tokoh yang lain. Orang tua juga dapat pula memberikan penilaian moril atas situasi tersebut, misalnya menghina adalah suatu perbuatan buruk dan jahat, sehingga anak menjadi tahu nilai moril dari suatu perilaku. Dalam hal ini secara langsung kita juga telah mengembangkan kecerdasan spiritual anak (kecerdasan dalam mengenali dan mengelola nilai-nilai).




Ketika orang tua marah, sedih, bingung, kesal, gembira, dan situasi emosi lainnya, orang tua juga perlu menyampaikan alasannya. Misalnya, seorang anak bermain dan tidak membereskan mainannya setelah selesai, sang Ibu bisa berkata, “Adik, Ibu sangat kesal melihat mainan yang berantakan, karena Ibu menjadi repot membereskannya. Ibu akan senang kalau Adik membantu Ibu membereskan mainan sendiri.” Dengan pernyataan itu sang anak akan belajar mengenali situasi emosi ibunya (kesal), sebab munculnya (mainan berantakan), dan mengapa sebab tersebut menyebabkan munculnya emosi tertentu (kesal karena repot membereskannya). Perlu ditunjukkan ekspresi yang sesuai dengan emosi saat melatih anak kecil (kalau kesal ya jangan tersenyum, namun tunjukkan wajah serius dan cemberut). Semakin dewasa nanti semakin mungkin menyampaikan emosi dengan ekspresi yang berlawanan misalnya dalam bentuk sindiran (kesal, namun tersenyum).




Apabila anak sedari dini usia telah sering dilatih untuk peka dalam mengenali emosi, maka semakin dewasa akan semakin mudah mengenali emosi, dan akhirnya dapat menyesuaikan sikapnya dengan situasi emosi yang ada.

Konsep Sekolah Alam

Konsep Sekolah Alam
2008-10-25 10:36:48 | 36 Viewed | 0 Pendapat

Sekolah Alam adalah sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. Dasar dari konsep tersebut adalah Al Qur'an dan Hadits, bahwa hakikat penciptaan manusia adalah untuk menjadi pemimpin di muka bumi.
Dengan demikian hakikat tujuan pendidikan adalah membantu anak didik tumbuh menjadi manusia yang berkarakter. Menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang tersedia di alam, tapi juga mampu mencintai dan memelihara alam lingkungannya.


Belajar dari Semua

Di Sekolah Alam, tidak hanya murid yang belajar. Gurupun belajar dari murid. Bahkan orang tua juga belajar dari guru dan anak-anak.
Di Sekolah Alam anak-anak tidak hanya belajar di kelas. Mereka belajar di mana saja dan pada siapa saja. Mereka belajar tidak hanya dari buku tapi dari apa saja yang ada di sekelilingnya. Dan yang jelas mereka belajar tidak untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Dan di Sekolah Alam keseragaman bukan pada apa yang dikenakan, tapi pada akhlaknya.


Fun Learning

Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana 'fun', tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada anak bahwa 'learning is fun' dan sekolah identik dengan kegembiraan.
Namun sebagus apapun konsep yang disusun, tidak akan sempurna hasilnya tanpa guru yang berkualitas dan berdedikasi. Menjaga kualitas dan dedikasi hanya bisa dilakukan bila sang guru mempunyai visi pendidikan yang jelas dan memahami prinsip dasar bahwa setiap anak adalah individu yang unik. Untuk mencapai itu semua, Sekolah Alam menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama.

Spider Web

Dalam pembelajaran di sekolah digunakan sistem Spider Web, di mana suatu tema diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, komprehensif dan aplikatif. Sekaligus juga lebih 'membumi'.
Kemampuan dasar yang ingin dibangun adalah kemampuan anak untuk membangun jiwa keingintahuan, kemampuan melakukan observasi dan membuat hipotesa, serta kemampuan menerapkan metode berpikir ilmiah. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan sekedar hafalan, tetapi hasil pengalaman dan penemuan mereka sendiri.
Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasar dirinya. Dan di sini, berbeda dengan guru itu bukan tabu.


Sekolah untuk Semua

'Pendidikan untuk Semua' bukan sekedar slogan di Sekolah Alam. Maknanya bahkan terasa jadi meluas.
Di sini pendidikan benar-benar jadi tanggung jawab bersama antara Yayasan, Syuro Guru, dan Orang Tua. Di sini juga terbuka peluang belajar bagi semua:
- subsidi silang bagi yang kurang mampu
- tidak ada tes masuk yang menyaring siswa dari tingkat kecerdasannya
- Special Need Center bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik yang sekedar 'slow learner', maupun yang menderita autis
- anak dengan latar belakang kebangsaan, suku, dan agama apapun bisa bersekolah di sini

posted by Adi Triyanto

Konsultasi Arsitektur bersama Ir. Aria Heryantha

Konsep Rumah Sekolah
Selasa, 04 Nov 2008 22:38 WIB

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ustadz Aria yang dirahmati Allah, saya mempunyai tanah kavling 11x12 meter, dan berencana membuat TK Islam dan juga sebagai rumah tinggal.

Mohon bantuan ustadz memberikan penjelasan atas maksud saya ini, untuk lantai 1 adalah untuk TK Islam dengan kebutuhan ruangan: 3 ruang kelas, 1 ruang umum, 1 ruang administrasi/guru, taman bermain, toilet. Dan untuk lantai atas (rumah) dengan kebutuhan ruangan: 1 kamar utama, 2 kamar anak, 1 mushola, 1 ruang keluarga, dapur dan toilet.

Mohon juga gambar dan denahnya. Terima kasih uztadz. Jazakumullah khairan katsiro

Wassalamualaikum Wr Wb

Firdaus

Jawaban
Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb.

Akhina Firdaus, membuat sekolah berlabel Islam memang penuh tantangan di era globalisasi ini, dimana Islam selalu difitnah dan dilecehkan. Banyak pihak-pihak yang tidak senang dengan mulai merebaknya sekolah-sekolah Islam, karena mereka tahu bahwa penanaman benih aqidah dan akhlak islam sejak dini merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah generasi muda Islam jatuh dalam lembah kemaksiatan serta menjadi islamiphobia (minder dan takut pada nilai-nilai keIslaman). Mereka berupaya membuat sekolah-sekolah tandingan dengan kedok international school yang katanya bisa mengantisipasi globalisasi, dan anehnya banyak orang Islam yang latah karena takut dibilang kampungan dan ketinggalan jaman.

Saya sangat mendukung perjuangan anda dan mudah-mudahan anda berhasil mencetak generasi muda yang bangga akan Islam dan mau memperjuangkan li ila kalimatillah di muka bumi ini, Allahu Akbar….!


Menilik dari keterangan yang anda berikan, sebenarnya saya masih kekurangan informasi mengenai kapasitas kelas yang anda inginkan, sehingga saya berasumsi bahwa kelas lebih efektif dan terarah jika tidak terlalu besar, sehingga lebih mudah untuk mengaturnya. Dari 3 kelas yang anda inginkan 1 buah saya buat dengan ukuran 3m x 3.5 m dan 2 kelas lainnya berukuran 3m x 3m. Agar kelas lebih fleksibel, misalnya akan digunakan untuk drama, olah raga dan lain-lain sebaiknya sekat antara ke duanya dibuat tidak permanen, sehingga sewaktu-waktu bisa dibuka atau ditutup. Letak ke 3 kelas ini ada dibagian muka sehingga bisa mendapatkan pencahayaan yang optimal selain juga mudah untuk mengaksesnya. Untuk masuk ke dalam kelas harus melewati pintu masuk selebar 1.5 m dimana pada saat jam pelajaran bisa ditutup sehingga anak tidak menyelinap keluar. Dengan adanya pintu ini juga akan mengamankan rumah tinggal di bagian atas sehingga pada saat sekolah selesai, pintu masuk bisa dikunci.

Taman hijau dan taman bermain ada di bagian depan, anda bisa melengkapi dengan beberapa permainan yang mengasyikan seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan dan sebagainya, tentunya dengan menyesuaikan terhadap ukuran taman bermain yang tidak terlalu besar. Taman hijau dipisahkan dari taman bermain oleh selasar masuk dimana anda bisa meletakkan pot-pot berbagai jenis tanaman yang tujuannya agar anak-anak mencintai tanaman dan punya kesadaran tinggi untuk menyayanginya.

Ruang umum dan ruang administrasi / ruang guru, ada di bagian dalam dan dihubungkan dengan hall kecil yang juga bisa digunakan untuk kegiatan belajar. Pencahayaan ke ruang-ruang ini masuk melalui bukaan kearah taman. Walaupun tidak optimal karena agak terhalang oleh tangga tetapi cukup membuat ruangan tidak gelap. Toilet letaknya di sayap kiri dan kanan bangunan. Dengan adanya 2 buah toilet ini pemakaiannya bisa diatur, apakah satu dikhususkan untuk anak-anak sedangkan yang lain untuk guru-guru atau karyawan atau bisa juga dipisahkan khusus untuk putra dan khusus untuk putri.

Untuk naik ke lantai atas digunakan tangga berbentuk U, tangga ini berada di tengah-tengah bangunan dan menyatu dengan sebuah taman kecil. Sampai di lantai atas, anda akan disambut sebuah ruang kelurga yang menjadi pusat seluruh kegiatan. Ruang keluarga yang dilengkapi 1 set sofa dan TV ini menghubungkan 3 kamar tidur, ruang makan, dapur, musholla serta kamar mandi anak. Ruang tidur utama berukuran 3m x 5m dilengkapi dengan kamar mandi dalam. 2 kamar tidur anak lainnya berukuran masing-masing 3m x 3m.

Dapur ada di sayap kiri dan dan langsung berhubungan dengan ruang makan, sedangkan musholla ada di sayap kanan, dilengkapi dengan tempat untuk berwudhu.


Penampilan bangunan, bergaya tropis modern dengan sentuhan nuansa Islam pada lengkungan-lengkungan di pintu masuk serta jendela kelas. Bentuk jendela bawah dan atas sengaja dibedakan untuk menjelaskan fungsi yang berbeda yaitu sekolah di bagian bawah dan tempat tinggal pada bagian atas. Atap bangunan dibuat dengan permainan ketinggian yang berbeda untuk menghindarkan tampilan atap yang terlalu memanjang. Teritisan depan dibuat agak panjang (1.5m) agar kamar-kamar di bawahnya menjadi teduh. Untuk menghindarkan pelendutan pada teritisan maka ditopang oleh kayu-kayu yang memanjang sehingga penampilan bangunan lebih estetis. Bagian dinding depan dari pintu masuk dibuat agak menonjol dan diberikan sentuhan batu alam seperti batu candi untuk memberikan aksen pada bangunan. Canopy dengan konstruksi kantilever (tanpa tiang penopang di bagian depan) menambah gagah penampilan dari bangunan sekaligus berfungsi melindungi pintu masuk dari tampias air hujan.

Akhirnya selesailah desain kolaborasi rumah dan sekolah kita kali ini, keterbatasan lahan, jangan membuat kita mundur untuk membuat sekolah yang ideal, karena yang terpenting di sini bukan fasilitas serba lengkap yang dibutuhkan, melainkan azzam yang kuat sert niat yang ikhlas, untuk mendidik si kecil menjadi seorang mujahid dan mujahidah…., belajarlah dari Laskar Pelangi, dengan keterbatasan yang ada tapi semangat tak penah luntur menyongsong hari depan yang cerah…

Wallahu a'lam bish-shawab, Wasalamu ‘alaikum Wr.Wb.

Konsultasi Arsitektur Sebelumnya
Desain Rumah Kos-Kosan yang Sehat dan Arsitektural
Membangun Dengan 'Hemat' Butuh Solusi 'Cermat'
Desain Rumah Pada Lahan 80 M2
Perbandingan Harga "Ngedak" Rumah
Menambah Ruang Servis Sekaligus Mempercantik Rumah

(Arsip Konsultasi Arsitektur)

Kata Kunci itu Bernama Kreativitas

Kata Kunci itu Bernama KreativitasPuncak dari kemampuan berfikir adalah kreativitas.Dalam hirarkhi berfikir yang disusun oleh krulik,creative thingking juga diletakkan pada puncak tangga paling atas.Kreativitaslah yang membuat manusia menjadi survive,bertahan hidup, dan menjadi eksis. Segala bentuk kebudayaan tidak lain adalah buah dari kreativitas.Dengan berbekal kreativitas manusia memecahkan problema hidup dan menjalaninya. Begitu urgen kata kreatif itu. Dan itulah salah satu alasan mengapa kemudian SD Muhammadiyah 16 Surabaya mengembangkan diri sebagai sekolah kreatif. Kehidupan saat ini agaknya bukan lagi seperti naik kereta api dengan jadwal teratur,bergerak dari satu stasiun ke stasiun berikutnya sesuai dengan program dan jadwal.Pakar bisnis Brian Clegg& Paul Brich menyebut pola kehidupan modern lebih mirip naik roller coaster, jet kereta luncur yang kehilangan rel penuntunnya. Ia bergerak berkelok, meliuk mendadak tanpa terduga.Hanya ada satu cara agar dapat bertahan dalam kehidupan seperti itu:kreativitas.Kini belajar dan bekerja dengan keras tidaklah memadai lagi. Kita juga harus belajar dan bekerja dengan cerdas. Bahkan lebih jauh kita harus senantiasa mengembangkan cara belajar dan bekerja yang kreatif. Berfikir kreatif berarti bernalar dengan mengembangkan daya cipta, mengurai ide-ide, serta memecahkan masalah (problem solving).Kompetisi yang semakin sulit dimasa mendatang menjadi tantangan yang berat bagi anak-anak kita di saat mereka dewasa kelak. Bekal pengetahui (hafalan)tidak lagi memadai sebab perkembangan pengetahuan dan informasi demikian pesat. Dalam waktu yang relatif pendek banyak pengetahuan menjadi basi, banyak ketrampilan menjadi tak berguna lagi. Tengok saja kecepatan perubahan program computer. Dulu kita tekun belajar program lotus, ws, sekarang sudah tak terpakai lagi, diganti program yang lebih canggih lagi.Maka yang dibutuhkan bukan cuma penumpukan informasi yang banyak di otak siswa,tetapi melatih mereka terampil mengolah info yang diterima agar menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya. Mengasah kreativitasnya agar selalu menemukan jalan keluar di saat terbentur tembok masalah.Tetapi mengembangkan kreativitas di lembaga pendidikan bukanlah perkara gambang. Ini terdengar ironi memang,tetapi begitulah. Pasalnya kreativitas tidak begitu disukai karena kerap melawan keinginan dan konvesi yang ada di benak guru. Sisem pendidikan kita didesain agar anak dapat menempuh ujian, bukan menempuh hidup. Sementara kreativitas sering mencari jalannya sendiri, keluar dari pakem dan keumuman menjadi kreatif juga berarti siap menanggung risiko disebut bodoh.Membangun budaya kreatif tidak lain adalah membangun sikap yang terbuka dan toleran. Salah satu cara selalu berusaha untuk lebih baik.

Copyright © 2005 Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 SurabayaPowered by MATAAIR Media Communications

Matematika Bukan Momok

Matematika Bukan MomokHingga kini Matematika tetap saja dianggap sebagai momok bagi sebagian besar siswa. Mengapa? Antara lain karena metode pembelajaran yang digunakan guru masih saja tidak beranjak dari pendekatan lama. Malah kadang guru sendiri yang menciptakan matemtika memang menyeramkan.Di sekolah kreatif , yang mendasarkan metode pembelajaran dengan konsep edutainment, berupaya mengikis stigma buruk matematika itu. Bahkan lewat kreativitas sebetulnya matematika (juga IPA) bisa diajarkan dengan cara yang amat menyenangkan, penuh permainan yang asyik. Metode ini ternyata relevan dengan pendidikan modern. Pada 11-12 Desember lalu Ustad Sunardi S Pd mengikuti pelatihan Olimpiade Matematika Nasional bagi guru SD-MI Muhammadiyah,di Yogyakarta. Dari acara itu beliau kemudian membuktikan bahwa model pengajaran matematika di sekolah kreatif, klop dengan materi yang disampaikan narasumber, Ir Ridwan hasan. Acara yang diadakan PP Majelis Dikdasmen Muhammadiyah itu bertujuan melatih kader-kader guru yang bakal menyiapkan siswa-siswa agar mampu mengikuti lomba Olimpiade Matematika tingkat Internasional.Ust.Sunardi mengutarakan,selama ini pengajaran matematika masih abstrak, penuh rumus rumit. Wajar siswa pusing. Untuk itu matematika perlu dibumikan.Ada beberapa poin yang bisa dipetik dari pelatihan itu. Pertama, pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan aspek eksplorasi. Siswa dirangsang untuk mencari dan menemukan kesimpulan sendiri konsep matematika lewat kasus yang konkret."Di SD kreatif itu sudah diajarkan. Anak masuk kolam lalu diminta menangkap tiga ikan lalu diminta mengambil lagi dua ikan. Ini kan belajar konsep penjumlahan," katanya memberi contoh.Yang kedua, realistis. Matematika perlu dikaitkan dengan realitas keseharian, jangan sebagai asah logika belaka. Contoh: ibu menggoren ikan. Satu ikan butuh waktu 3 menit. Bila ibu menggoreng 10 ikan,berapa waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng seluruh ikan? Siswa tentu menjawab 30 menit."Tapi benarkah realitasnya? Kalau betul-betul menggoreng 30 menit ikan bisa gosong. Soalnya ibu tak mungkin menggoreng ikan satu-persatu. Dia bisa menggoreng 3 ekor sekaligus. Ini berarti waktu yang dibutuhkan tak sampai 30 menit," katanya. Dikatakan, soal Olimpiade sudah mencapai tingkat seperti itu. (dri)
Sekilas Tentang Pembelajaran Tematik
Salah satu hal yang berbeda di sekolah kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya di banding sekolah pada umumnya adalah model dan proses pembelajarannya.Model pembelajaran di sekolah ini menggunakan pendekatan tematik. Di sini siswa tidak langsung diberi materi berdasarkan mata pelajaran, tetapi diberi materi secara terpadu. Aneka mata pelajaran disajikan secara intergrated yang diikat dengan tema tertentu. Diharapkan dengan pendekatan ini anak didik bisa lebih mudah menyerap materi yang dipelajari, mengigat pemikiran anak pada usia SD memang masih dalam taraf operasional konkret (teori psikologi Piaget).Tema pembelajaran diambil dari hal-hal konkret yang ada di sekitar kehidupan siswa seperti keluarga, kegemaran, binatang, tumbuhan dan lain-lainnya. Dari tema inilah guru kemudian mengkait-kaitkan dengan materi pelajaran yang relevan guna mencapai kompetensi yang ditargetkan.Ada beberapa keuntungan dengan pembelajaran tematik seperti itu, antara lain:
Materi yang dipelajari siswa tidak terpenggal-penggal oleh pergantian jam pelajaran.
Pembelajaran berlangsung secara terintegratif
Mudah dipahami anak, karena semua mengalir (seolah dalam satu mata pelajaran saja).
Mengurangi terjadinya overlapping untuk topik mata pelajaran yang bersinggungan. Contoh:pokok bahasan gotong royong dan tanggung jawab masuk pelajaran agama, PPKn,atau IPS?
Pembelajaran tematik diselenggarakan dalam suasana bersahabat, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa. Dikatakan bermakna karena siswa memahami berbagai konsep lewat pengalaman konkret. Anak memahami konsep baru melalui pondasi konsep lama yang telah dikenal dan dikuasai dalam kehidupan sehari-hari (konstruktivisme)Siap RibetMemang ada berbagai konsekuensi logis dari pembelajaran tematik ini. Satu yang menonjol, guru jadi bekerja lebih keras. Guru harus siap "rebyek" karena harus mengkaitkan berbagai materi pelajaran dalam satu ikatan tema yang utuh. Satu tema umumnya berlangsung seminggu sekali.Setiap hari sabtu tema minggu depan diinformasikan kepada siswa. Siswa diminta untuk berpartisipasi. Umpamanya tema minggu depan mendatang adalah transportasi. Maka siswa diminta membawa mainan, kereta lengkap dengan relnya, globe, buku, hingga benda lain yang relevan. Sementara itu guru tak kalah sibuknya menyiapkan sarana, poster, hingga dekor kelas yang menunjang. Pendeknya menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang serta merangsang kreativitas siswa. Pembelajaran tematik meletakkan siswa sebagai subject yang aktif, sebagai pusat kegiatan (student oriented). Oleh karena itu perbedaan siswa (kecepatan belajar dan minat yang berbeda) berusaha diakomodasi. Caranya antara lain dengan memberikan pengalaman belajar yang beragam, dan dengan mengaktifkan indera pendengaran, penglihatan, dan fisik anak (visual,audio,atau kinestetik).

Profil Sekolah Kreatif 16 Sby

Pada tahun ajaran 2004-2005, Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya telah memasuki tahun ke-3 dalam menerapkan model pembelajaran baru.Alhamdulillah, banyak pengalaman yang dapat dipetik. Beberapa perkembangan yang menggembirakan telah pula dicapai, walau tentu saja tantangan dan kendala yang harus dihadapi juga bertambah berat. Tetapi pengelola sekolah terus melangkah dengan semangat pembaharuan sesuai dengan semangat dasar Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharu.Perkembangan yang menggembirakan ini antara lain terlihat dari respon positif masyarakat terhadap keberadaan Sekolah Kreatif ini. Meningkatnya jumlah siswa baru dari tahun ke tahun merupakan indikasi konkret bahwa model pembelanjaran Sekolah Kreatif secara bertahap telah diterima dan disadari manfaatnya. Media massa juga sering mengekspos kegiatan sekolah karena dinilai kreatif dan inovatif.Visi dan Misi:Sekolah Kreatif mempunyai Visi; Unggul dalam prestasi dan berpijak sesuai dengan Islam. Dan mempunyai Misi:- Meningkatkan mutu pendidikan dasar sesuai dengan perkembangan.- Meningkatkan prestasi dibidang minat bakat sesuai dengan potensi anak.Mempunyai keunggulan; Imajinatif, Kreatif, dan InovatifBerkarakter; Religi, Demokrasi, dan EnjoyDengan satu motto; Selalu Berusaha untuk Lebih Baik Ekstra Kurikuler:Kegiatan ekstra kurikuler dilaksanakan pada hari efektif setelah pelajaran selesai selama 1 jam. Jenis ektra kurikuler meliputi;Renang, Karawitan, Jurnalistik, Nasyid, Tapak Suci, Musik (gitar), Tari, Olah vokal, Komputer, Wushu, Biola, Seni rupa (lukis, patung), Presenter/teater, Sepak bola, Qiro'ah.Peserta Didik:Sekolah Kreatif menerapkan kelas kecil dengan jumlah siswa maksimal 25 anak yang dibina oleh dua guru. Hal ini agar pembinaan, perhatian, dan pengamatan terhadap anak dapat optimal, kemampuan dasar anak dapat diketahui sejak dini.Desain Ruang Kelas:Tiap kelas rata-rata berukuran 8x6 m. Bentuk kelas dan dinding serta ventilasi dirancang tidak formal dengan warna yang beraneka. Ventilasi dinding dibuat dalam bentuk bangun-bangun geometri seperti lingkaran, trapezium, dan persegi. Bentuk meja juga dimodel variasi layaknya bangun datar (matematika).Sedang di dalam kelas terdapat papan kreativitas yang membentang sepanjang dinding kelas, kurang lebih 22 meter. Papan ini digunakan untuk memamerkan hasil kerja dan kreativitas siswa seusai menyelesaikan mata pelajaran tersebut.Ngaji Morning:Aktifitas baca tulis Al-Qur'an dilaksanakan setiap hari mulai Senin hingga Kamis sekitar 30 menit sebelum mata pelajaran pertama dimulai. Pola pembelajaran diatur sebagai berikut:- Pembinaan dilaksanakan secara kelompok dan individual.- Tiap kelompok terdiri dari 5-8 anak.- Penentuan kelompok berdasarkan kemampuan anak, bukan berdasarkan kelas.- Seluruh ustadz-ustadzah terlibat aktif dalam pembinaan ngaji morning.Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya tidak mewajibkan anak untuk memiliki buku paket. Di Sekolah Kreatif tidak hanya perkembangan intelektual anal yang dipantau sekolah tetapi juga pengembangan emosi, leadership, dan kepribadiannya. Pembinaan Model Inklusif, Data Base Anak, dan Komunikasi dengan Wali murid juga sangat ditekankan di Sekolah Kreatif. Sehingga, diharapkan potensi setiap siswa dapat berkembang secara kreatif.

Kurikulum yang digunakan di Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 mengacu pada kurikulum nasional dan kurikulum Pendidikan Dasar Muhammadiyah yang telah disesuaikan sehingga tidakmemberatkan siswa. Selain kurikulum tersebut Sekolah Kreatif juga membekali materi yangdisebut transforable knowledge, menganalisis informasi, mengambil keputusan, bekerja sama dan berkomunikasi dengan pihak lain. Struktur Program/Alokasi waktu Mapel Sekolah Kreatif (Dikdasmen Muhammadiyah & Diknas 2004)
No
Mata Pelajaran
Alokasi Waktu
I-II
III-IV
V-VI
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.
ReligionNgaji MorningPPKnBahasa IndonesiaBahasa InggrisMatematikaSainsSosialBahasa JawaMusikArtPenjaskesAssemblye
44264622*)2221**)
6426485422221**)
64283106522221**)

Jumlah
37
48
53

Catatan:*) Disesuaikan dengan sikon**) Dua minggu sekali
AKTIVITAS SISWA:
No
Waktu
Aktivitas
1.2.3.4.5.6.
07.30 - 08.00 08.00 - 10.2010.20 - 10.40 10.40 - 11.50 11.50 - 12.5012.50 - 14.35
Ngaji MorningProses Belajar istirahatProses BelajarIsomaProses BelajarMETODE PEMBELAJARAN:a. Pembelajaran Edutainment (education entertainment)Learning by Moving and Doing, Learning by Talking and Learning, Learning by observing and picturing, Learning by problem and reflecting.b. Aplikasi Pembelajaran EdutainmentBelajar melalui bermain untuk mengaspirasikan emosi siswa melalui kegiatan tersebut yang kemudian diajak mengerjakan materi pelajaran pada saat itu. Mengenal benda dan obyek secara konkret dengan pembelajaran di luar kelas, memberikan ruang gerak yang cukup dan mendorong berkembangnya daya nalar dan kreativitas anak.Lembar Kerja Kreatif (LKK) dibuat bervariatif dan kreatif dengan memanfaatkan banyak kertas. Hasil pekerjaan siswa dipajang dinding pamer kelas selama 2-3 minggu.Sekolah Kreatif tidak menggunakan buku paket tertentu. Penyeragaman dan pembatasan literatur dihindari sehingga siswa boleh memperoleh bahan pelajaran dari sumber apa saja sepanjang relevan seperti dari buku-buku perpustakaan, majalah, jurnal, VCD, siaran TV, praktisi, hingga internet. Setiap kelas terdapat perpustakaan mini, komputer, dan rak folder siswa.c. Model EvaluasiDalam evaluasi tidak berlaku lagi model konvensional. Penilaian tidak hanya secara kuantitatif (angka-angka di raport) tetapi juga secara kualitatif dalam bentuk narasi. Sisi yang dievaluasi tidak hanya kompetensi akademik dan ketrampilan motorik, tetapi juga ketrampilan sosial, kepribadian dan leadership.