Rabu, 26 November 2008

Psikologi Agama

[M3B] Psikologi Agama
agussyafii
Tue, 05 Sep 2006 22:36:05 -0700

Psikologi Agama

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak
dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan
yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek
dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan
keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain.
Tetapi apa makna agama secara psikologis pasti berbeda-beda, karena
agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi
sebagian orang, agama adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa,
bagi yang lain agama adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan
sesama makhluk, bagi yang lain lagi agama adalah akhlak atau
perilaku baik, bagi yang lain lagi agama adalah pengorbanan untuk
suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati
(istisyhad) demi keyakinan.

Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu
bagaimana menerangkan agama dengan pendekatan ilmu pengetahuan,
karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu,
akal saja tidak sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski
mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani
mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu
menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa
hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan
dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati,
ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima
dengan logika.

Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik
menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya
akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang
dan menghakimi sebagai sesat, agama memandang ilmu sebagai sesat,
sebaliknya ilmu memandang perilaku keagamaan sebagai kedunguan.
Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di
depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar
tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh
seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara
Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The
Marriage of Sence and Soul, Boston, Shambala,2000).

Bagi orang beragama, agama menyentuh bagian yang terdalam dari
dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan agamanya dan
membantu memahami penghayatan orang lain atas agama yang dianutnya.
Secara lahir agama menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas;
dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan,
dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan
kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang
menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon agama
(misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami
agama secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi agama
yang mencakup semua realitas agama. Sebagian besar definisi agama
tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya.

Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa,
kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya
diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya (karamul
mu'mini dinuhu, wa muru'atuhu `aqluhu wa hasabuhu khuluquhu)(HR. Ibn
Hibban). Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga
lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang
baik, dan nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang
baik adalah sekuat mungkin jangan marah, ( an la taghdlaba in
istatha`ta). ( at Tarhib jilid III, h. 405-406).

Jadi pengertian agama itu sangat kompleks. Psikologi agama mencoba
menguak bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, tetapi
keberagamaan seseorang juga memiliki keragaman corak yang diwarnai
oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar
Psikologi mampu menguak keberagamaan seseorang sangat bergantung
kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab
Psikoanalisa) keberagamaan merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi
mazhab Behaviorisme, perilaku keberagamaan tak lebih sekedar
perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip sudah
mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang
manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan
itu menjadi dekat dengan pandangan agama. Dibutuhkan paradigma baru
atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberagamaan manusia.

Psikologi Barat yang diassumsikan mempelajari perilaku berdasar
hukum-hukum dan pengalaman kejiwaan universal ternyata memiliki bias
culture, oleh karena itu teori psikologi Barat lebih tepat untuk
menguak keberagamaan orang yang hidup dalam kultur Barat. Psikologi
Barat begitu sulit menganalisis fenomena Revolusi Iran yang dipimpin
Khumaini karena keberagamaan yang khas Syi'ah tidak tercover oleh
Psikologi Barat, sebagaimana juga sekarang tidak bisa membedah apa
makna senyum Amrozi ketika di vonis hukuman mati. Keberagamaan
seseorang harus diteliti dengan the Indigenous Psychology, yakni
psikologi yang berbasis kultur masyarakat yang diteliti. Untuk
meneliti keberagamaan orang Islam juga hanya mungkin jika
menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology.

Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya
menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian
tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku,
tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh
karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu
Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberagamaan seorang muslim dengan
pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberagamaan
kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat. Term-term
Qalb, `aql, bashirah (nurani), syahwat dan hawa (hawa nafsu)yang ada
dalam al Qur'an akan lebih memudahkan menangkap realitas
keberagamaan seorang muslim.

Kesulitan memahami realitas agama itu direspond The Encyclopedia of
Philosophy yang mendaftar komponen-komponen agama. Menurut
Encyclopedia itu, agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic
features of religion) sebagai berikut :

1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas agama (takjub, misteri, harap, cemas,
merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau
diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan
gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya
dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan
dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seagama, seiman atau seaspirasi.

Urgensi pendekatan Indigenous Psychology bukan saja karena agama itu
sangat beragam, bahkan satu agamapun, Islam misalnya memiliki
keragaman keberagamaan yang sangat kompleks. Orang beragama ada yang
sangat rational, ada yang tradisional, ada yang "fundamentalis" dan
ada yang irational. Keberagamaan orang beragama juga ada yang
konsisten antara keberagamaan individual dengan keberagamaan
sosialnya, tetapi ada yang secara individu ia sangat saleh, ahli
ibadah, tetapi secara sosial ia tidak saleh. Sebaliknya ada orang
yang kebeagamaanya mewujud dalam perilaku sosial yang sangat saleh,
sementara secara individu ia tidak menjalankan ritual ibadah secara
memadai.

Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com







oleh: hafidzan
Hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap adikodrati (supranatural) memang memiliki latar belakang sejarah yang sudah lama dan cukup panjang. Para antropolog melihat itu dari sudut pandang kebudayaan. Hasil temuan mereka menunjukkan bahwa pada masyarakat yang masih memiliki kebudayaan asli (primitif) dijumpai adanya pola kebudayaan yang mencerminkan bentuk hubungan masyarakat dengan sesuatu yang mereka anggap adikuasa dan suci. Dengan pula dengan sosiolog yang menggunakan pendekatan sosiologi berpendapat bahwa dalam kehidupan masyarakat primitive juga dijumpai adanya semacam norma yang mengatur kehidupan mereka.Makanya masalah yang menyangkut keyakinan agama tidak mungkin dan terlarang untuk dikajimelalui pendekatan empiris seperti yang berlaku dilingkuan ilmu pengetahuan profane. Perbedaan pendapat yang belatar belakangi perbedaan sudut pandang antara agamawan dan para psikolog agama sempat menunda munculnya psikologi agama sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sehingga psikologi agama sebagai cabang psikologi baru tumbuh sekitar penghujung abad ke-19, setelah sejumlah tulisan dan buku-buku yang menjadi pendukungnya diterbitkan dan beredar.
Di Amerika, psikologi agama dikenal sebagai psikologi pastoral melalui Cristian Sciences digunakan dalam membantu penyembuhan dan perawatan pasien di rumah-rumah sakit. Dalam usianya yang menjelang seabad ini tampaknya psikologi agama kian diterima oleh berbagai kalangan termasuk para agamawan yang semula menggugat keabsahannya sebagai disiplin ilmu yang otonom. Sejalan dengan hal tiu, maka kemajuan dan pengembangan psikologi agama di lapangan dinilai banyak membantu pemahaman terhadap permasalahan keagamaan dalam kaitannya dengan tugas-tugas kependidikan.
A. Psikologi Agama Sebagai Disiplin Ilmu
1. Psikologi Agama dan Cabang Psikologi Agama
Para ilmuwan (Barart) menganggap filsafat sebagai induk dari segala ilmu, sebab filsafat merupakakn tempat berpijak kegiatan keilmuan. Demikian psikkologi termasuk ilmu cabang dari filsafat, dalam kegiatan ini psikologi agama dan psikologi lainnya tergolong disiplin ilmu ranting dari filsafat.Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan fikiran (cognisi), perasaan (emosi), dan kehendak (conasi). Gejala tersebut secara umum memiliki cirri-ciri yang hamper sama pada diri manusia dewasa, normal dan beradab.Manusia yang memiliki hambatan mental (mental handicaped) dengan tingkat Intellegensi Quotion (IQ) secara umum dikenal dengan sebutan abnormal yang negative. Sebaliknya IQ diatas normal yang dikenal dengan manusia cerdas (begaaf dan genius) cenderung disebut abnormal positif, namun dibalik itu ditemui pula manusia yang dianugerahi oleh Yang Maha Kuasa kemampuan inderawi yang istimewa (indera keenam). Psikologi sebagai ilmu terapan (applied science) berkembang sejalan dengan kegunaannya. Dengan demikian psikologi yang diakui sebagai disiplin ilmu yang mandiri sejak tahun 1879 ini ternyata telah memperlihatkan berbagai sumbangannya dalam memecahkan berbagai problema dan menguak misteri hidup manusia serta mengupayakan peningkatan sumber daya manusia.
2. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda, psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajarai gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. Selanjutnya, agama juga menyangkut masalah yang berhuungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Hal ini pula barangkali yang menyulitkan para ahli untuk memberi definisi yang tepat tentang agama.Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu Al-Din, Religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (semit) berarti undang-undang atau hokum. Kemudian dalam bahasa arab, Kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Lati) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari “a=tidak;gam=pergi” mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.
3. Psikologi Agama dan Pendidikan Islam
Pendekatan psikologi agama dalam Islam ternyata telah dilakukan di periode awal perkembangan Islam itu sendiri, fungsi dan peran kedua orang tua sebagai teladan yang terdekat kepada anak telah diakui dalam pendidikan Islam. Tak heran jika Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa keberagamaan anak terpola dari tingkah laku bapaknya, ini sering disebut citra bapak (father image). Diceritakan bahwa al-Aqra’ ibn Habis pernah menyatakan keheranannya terhadap perlakuan Rasullulah SAW kepada
Fathimah puteri beliau, menurut al-Aqra’, ia mempunyai anak sepuluh orang tetapi tidak satupun di antaranya yang pernah ia perlakukan seperti yang diperbuat Rasul Allah kepada Fathimah, yaitu mencium puteri beliau dengan penuh kasih saying. Pernyataan al-Aqra’ ibn Habis dijawab Rasullulah SAW, bahwa Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hati al-Aqra’. Bahkan Rasullulah SAW, menyatakan: “Siapa yang tidak memiliki rasa kasih saying, maka tidak akan memperoleh kasih saying”. Bahkan menurut anjuran beliau: “Orang yang penuh kasih saying akan dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Karena itu sayangilah segala yang ada dibumi maka yang dilangit (Allah) akan menyayangimu”.
B. Perkembangan Psikologi Agama
1. Sejarah Perkembangan Psikologi Agama
Permasalahn yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi agama banyak dijumpai baik melalui informasi kitab suci agama maupun sejarah agama-agama. Perjalanan hidup Sidharta Gautama dari seorang putera raja Kapilawastu yang bersedia mengorbankan kemegahan dan kemewahan hidup untuk menjadi seorang pertapa menunjukkan bagaimana kehidupan batin yang dialaminya dalam kaitan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Proses perubahan arah keyakinan agama ini mengungkapkan pengalaman kegamaann yang mempengaruhii diri tikih agama Budha ini. Sidharta Gautama mengalami konversi agama, dari pemeluk agama Hindu menjadi pendakwah agama baru, yaitu agama Budha. Ia kemudian dikenal Badha Gautama.Proses yang hamper serupa dilukiskan pula dalam Al-Qur’an tentang cara Ibrahim as, memimpin ummatnya untuk bertauhid kepada Allah. (QS 6:76-78). Hal ini juga dapat dijumpai dalam pendewasaan bangsa Jepang terhadap Kaisar mereka, Mitos agama Shinto yang menempatkan Kaisar Jepang sebagai keturunan Dewa Matahari (Amiterasu Omi Kami) telah pula mempengaruhi sikap keberagamaan yang khas pada bangsa Jepang.
2. Psikologi Agama Dalam Islam
Secara terminologis memang psikologi agama tidak dijumpai dalam kepustakaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya bersumber dari literature Barat. Manusia menurut terminology Al-Qur’an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan endekatan aspek biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk generatif (berketurunan). Sedangkan dilihat dari fungsi dan potensi yang dimiliknya manusia disebut al-insan. Kemudian manusia disebut Al- Anas, yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan social yang dilakukan. Tetapi yang jelas unsure-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Nafs terbagi menjadi, nafs muthmainah, yang memberi ketenangan batin. Nafs ammarah, yang mendorong ketindakan negative. Dan nafs lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan.








Agama
PENDAHULUAN


Manusia adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatiK, psikologik, dan social.[1]

Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.

Psikologi menurut Plato dan Aristoteles adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.Menurut Wilhem Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia , seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.[2]

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya

Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.





BAB 2

DEFINISI AGAMA , TUHAN, SPIRITUAL, KEPERCAYAAN


A. AGAMA dan PSIKOLOGI AGAMA

Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban

Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)[3]

Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird)[4]

Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley)[5]

Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan[6]

Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang mengsugestit esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang[7]

Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.[8]

Tidak ada satupun definisi tentang agama (religion) yang dapat diterima secara umum, karena para filsuf, sosiolog, psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-masing, menurut sebagian filsuf religion adalah ”Supertitious structure of incoheren metaphisical notion. Sebagian ahli sosiolog lebih senang menyebut religion sebagai ”collective expression of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion sebagai “the opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah mystical complex surrounding a projected superego” disini menjadi jelas bahwa tidak ada batasa tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai fenomena religion.[9]

Menurut Einstein , pada pidato tahun 1939 di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah untuk mencapai kebenaran dan pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari tataran agama, termasuk didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat dipahami akal. Saya tidak dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak mempunyai keimanan yang mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta[10]

Beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai tingkat tertentu penyesuaian vital betapapun tentative dan tidak lengkap pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau eksplisit dianggap layak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh (Vergulius Ferm)[11]

Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya, tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani , psikologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang [12]


Kepercayaan dan pengamalannya sangat beragam antara tradisi yang utama dan usaha dalam mendifinisikan agama itu sendiri secara keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri menurut bahasa latin berasal dari kata religio, yang dapat di artikan sebagai kewajiban atau ikatan [13]

Menurut Oxford English Dictionary, religion represent the human recognition of super human controlling power, and especially of a personal God or Gods entitle to obedience and worship, agama menghadirkan ‘ manusia yang kehidupannya di kontrol oleh sebuah kekuatan yang disebut Tuhan atau para dewa-dewa untuk patuh dan menyembahnya.

Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.[14]

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi[15]

Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan[16]


B. Tuhan/ God/Allah

Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very personal nature and an irresistible influence, I call it God

Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama[17]

Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan.

Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis , tidak percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang yang bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan sudah mati. Paul Vitz yang menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran Nietsche (theory of unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar , anda tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agma itu hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alas an rasional ,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.[18]

Kematian ayah nya diusia 36 tahun membawa kesedihan yang mendalam pada diri Niersche

Tidak berbeda dengan Nietsche , maka Freud menulis dalam future of an Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya , yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti yang kita ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang seperti ayahnya , untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan , tetapi Tuhan diciptakan berdasar citra manusia.[19]

Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan seorang atheis berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang ketuhanan, upacara keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah mythos Yunani yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh, Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara keagamaan. Sigmund freud yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa[20]

Seperti Nietscshe , Freud memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut dan berprilaku sexual yang menyimpang , Ia membenci ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang tercipta berdasarkan citra ayahnya, Psikoanalis akhirnya membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi freud agama adalah irasional dan patologi, prilaku yang diperteguh , respons pada situasi yang tak terduga dan pemuasan keinginan kekanak-kanakan[21]

Freud membagi jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendiri-sendiri: Id adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah pengawasan proses primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan. Ego (pribadi) tugasnya menghindari ketidak senangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan seperti represi, salah pindah, rasionalisasi dan lain-lain. Ego mulai terbentuk ketika anak berumur 1 tahun. SuperEgo ajaran dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi) yang selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun orang tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan impuls id, mengadung moral, hatinurani, rasa salah, [22]


C.Spiritual

Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi, [23]

Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.[24]

Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit , sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses , pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri, [25]

Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religius, spiritualitas ádalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib. Agama ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman , komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama.[26]


D. FAITH AND BELIEF

Dalam iman , seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. . Maka dari itu obyek iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Tuhan terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya “merupakan kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Kompleksitas ini bersesuaian dengan majemuknya faham kebapa ilahi[27]

Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman dan percaya. Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita percaya besok akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya kewajiban terhadap kepercayaan itu Lin dengan iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman kepada Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga mengandung kesetiaan , kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin. Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit . Dalam perkembangan ini berperan pengarug orang tua dan lingkungannya. Keimananpun berkembang pula[28]

Keimanan

W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4 level:[29]

1. Stimulus response verbalism, pada level ini keimanan hanyalah di bibir (anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar, mereka mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan kata atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa aman akan diulang-ulang oleh si anak, dengan demikian timbul rasa aman, kepercayaan yang hanya dibibir akan dikembangkan oleh anak dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini sangat pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan hidup.

2. Intelectual comprehension

Terlihat pada masa remaja, lebih memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kmpleks dari pada respons bersyarat saja, pikirna dan logika berperan dalam setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan

3. Behavioral demonstration

Pada level ini sebagai akibat kepercayaan yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar ucapan-ucapan saja, behavior demonstraton contoh nya pada sufi/mistikus yang teguh imannya

4. Comprehensive integration

Hal-hal yang termasuk ketiga level diatas merupakan penampilan aspek-aspek saja dari pada kepercayaan . Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga perbuatan di integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu

KEIMANAN memberikan makna pada hidup, memberikan arti pada kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang menurut Clark bekerja sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama






KESIMPULAN

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya

Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban

Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)

Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very personal nature and an irresistible influence, I call it God

Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agamaMenurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang

Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu.

Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan.


DAFTAR PUSTAKA

Drs H. Ahmad Fauzi , Psikologi Umum Pustaka setia Bandung, 2004

Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004


Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius,


Davic Fontana, Psychology , Religion and spirituality, Bps Blackwell, 2003


Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979

Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004


Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung

Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980




--------------------------------------------------------------------------------

[1] W F. Maramis , Ilmu kedokteran Jiwa, Airlangga university Press, 1980, hal 88

[2] Drs H. Ahmad Fauzi , Psikologi Umum Pustaka setia Bandung, 2004 hal 9

[3] Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004 hal50

[4] Ibid hal 51

[5] Ibid hal 50

[6] Drs. Psy H.A. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, pnerbit Martiana Bandung, hal 17

[7] ibid

[8] ibid

[9] H. Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979, Hal 111

[10] Ibid hal 53

[11] Ibid hal 51

[12] Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius, hal 9


[13] Davic Fontana, Psychology , Religion and spirituality, Bps Blackwell, 2003, hal 6

[14] Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004 hal1

[15] Ibid hal 5

[16] Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung hal 9 - 10

[17] Prof Dr. H Ramayulis , Op cit hal 26

[18] Jalaluddin Rakhmat op cit hal 149

[19] Ibid hal 149 - 150

[20] Ibid hal 28

[21] Jalaluddin Rahmat op cit Hal 152

[22] WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980 hal 37

[23] David Fontana op cit hal 11

[24] Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 288

[25] Ibid ha;l 290


[27] Prof Nico Syukur Dister op cit Hal 126

[28] H. A Aziz Ahyadi op cit hal 21

[29] Ibid hal58


Posted by Indonesia health and hot issue at 19:17
0 comments:
Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Senin, 17 November 2008

Hati-hati Vaksin mengandung Zat Pengawet Thimerosal - Penyebab Autisme Spectrum Disorder

Hati-hati Vaksin mengandung Zat Pengawet Thimerosal - Penyebab Autisme Spectrum Disorder


Katagori : Fatwa & Info Halal
Oleh : Redaksi 27 Apr 2004 - 2:00 am

Moms/Dads......please be alert !!!!
Setelah kesibukan Lebaran yang menyita waktu, baru sekarang saya bisa dapat waktu luang membaca buku 'Children with Starving Brains' karangan Jaquelyn McCandless,MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo. Ternyata buku yang saya beli di toko buku Gramedia seharga Rp. 50,000,- itu benar-benar membuka mata saya, dan sayang, sayang sekali baru terbit setelah anak saya Joey (27 bln) didiagnosa mengidap Autisme Spectrum Disorder.

Bagian satu, bab 3, dari buku itu benar-benar membuat saya menangis, Selama 6 bulan pertama hidupnya (Agustus 2001 - Februari 2002), Joey memperoleh 3 kali suntikan vaksin Hepatitis B, dan 3 kali suntikan vaksin HiB. Menurut buku tersebut (halaman 54 - 55) ternyata dua macam vaksin yang diterima anak saya dalam 6 bulan pertama hidupnya itu positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an.

Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akhir tahun 2001.

Alangkah sedihnya saya, anak yang saya tunggu kehadirannya selama 6 tahun, dilahirkan dan vaksinasi di sebuah rumahsakit besar yang bagus, terkenal,dengan harapan memperoleh treatment yang terbaik, ternyata malah \'diracuni\' oleh Mercuri dengan selubung vaksinasi.

Beruntung saya masih bisa memberi ASI sampai sekarang, sehingga Joey tidak menderita Autisme yang parah. Tetapi tetap saja, sampai sekarang dia belum bicara, harus diet pantang gluten dan casein, harus terapi ABA, Okupasi, dan nampaknya harus dibarengi dengan diet supplemen yang keseluruhannya sangat besar biayanya.

Melalui e-mail ini saya hanya ingin menghimbau para dokter anak di Indonesia, para pejabat di Departemen Kesehatan, tolonglah baca buku tersebut diatas itu, dan tolong musnahkan semua vaksin yang masih mengandung Thimerosal. Jangan sampai (dan bukan tidak mungkin sudah terjadi) sisa stok yang tidak habis di Amerika Serikat tersebut di ekspor dengan harga murah ke Indonesia dan dikampanyekan sampai ke puskesmas-puskesmas seperti contohnya vaksin Hepatitis B, yang sekarang sedang giat-giatnya dikampanyekan sampai ke pedesaan.

Kepada para orang tua dan calon orang tua, marilah kita bersikap proaktif, dan assertif dengan menolak vaksin yang
mengandung Thimerosal tersebut, cobalah bernegosiasi dengan dokter anak kita, minta vaksin Hepatitis B dan HiB yang tidak mengandung Thimerosal. Juga tolong e-mail ini diteruskan kepada mereka yang akan menjadi orang tua, agar tidak mengalami nasib yang sama seperti saya.

Sekali lagi, jangan sampai kita kehilangan satu generasi anak-anak penerus bangsa, apalagi jika mereka datang dari keluarga yang berpenghasilan rendah yang untuk makan saja sulit apalagi untuk membiayai biaya terapi supplemen, terapi ABA, Okupasi, dokter ahli Autisme (yang daftar tunggunya sampai berbulan-bulan), yang besarnya sampai jutaaan Rupiah perbulannya.

Terakhir, mohon doanya untuk Joey dan ratusan, bahkan ribuan teman- teman senasibnya di Indonesia yang sekarang sedang berjuang membebaskan diri dari belenggu Autisme.

Sumber : http://www.anakmama.com


Baca Link Bahasa Indonesia:

- Autisme, epidemi yang tak terdengar
- Kekhawatiran terhadap thimerosal dan autisme
- tanggapan untuk Thimerosal dalam vaksin Hepatitis B
- Thimerosal dan Merkuri pada Vaksinasi: Amankah?
- Subject: Hati-hati Thimerosal dalam Vaksin


Baca Link Bahasa Inggirs:

- Thimerosal in Vaccines
- Toxicity of Thimerosal An Organic Mercurial Added To
- Thimerosal Content in Some US Licensed Vaccines

Buah Delima, Virus Anti HIV, Al Quran

Buah Delima, Virus Anti HIV, Al Quran


Katagori : Keajaiban & Iptek
Oleh : Redaksi 28 Oct 2008 - 3:30 pm

Mahasiswa Unsyiah melakukan kajian, Analisis potensi pemanfatan buah delima (punica granatum sebagai pembunuh virus (virusid) dan anti HIV I yang resisten nucleotida dan non nucleotide berdasarkan tinjauan ilmiah dan Al-Quran

BANDA ACEH -- Harapan T (23), mahasiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang menganalisis virus anti HIV dari tinjauan Alquran, menjuarai lomba karya tulis ilmiah Islam nasional yang berlangsung di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Karya ilmiahnya berjudul "Analisis potensi pemanfatan buah delima (punica granatum sebagai pembunuh virus (virusid) dan anti HIV I yang resisten nucleotida dan non nucleotide berdasarkan tinjauan ilmiah dan Al-Quran," dipilih sebagai makalah terbaik oleh dewan juri lomba.

"Kami dari unsur akademi Fakultas Kedokteran Unsyiah menyatakan bangga dan terharu atas prestasi yang diraih Harapan T," kata dosen Fakultas Kedokteran Unsyiah Darussalam dr. HM Andalas SPoG di Banda Aceh, Minggu.

Lomba karya tulis yang diselenggarakan forum ukhuwah lembaga dakwah Fakultas Kedokteran SeIndonesia ini diikuti oleh seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia, dengan dewan juri antara lain Prof DR Marsetyawan, DR Muhammad Tarqib, SpBS dan DR Jamal A.Aziz MAg. "Dewan Juri sangat tertarik dengan penyajian dari mahasiswa Harapan T. Apalagi, sampai saat ini belum ada jawaban pasti untuk obat penyakit AIDS," terang Andalas.

Sejauh ini buah delima memang sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah, namun belum ada pihak yang melakukan penelitian ilmiah dengan jumlah sample besar terhadap buah ini. "Kita berharap kedepan Harapan mau melakukan riset lanjutan tentang peran buah delima untuk mengobati seseorang yang terkena HIV/AIDS," ujar Andalas.

Dosen pembimbing Harapan T itu menjelaskan, mahasiswanya ini telah dua kali membawa harum nama Fakultas Kedokteran Unsyiah, etelah sebelumnya menjuarai lomba karya ilmiah wilayah Jawa dan Sumatra 2007, dan Unsyiah berjanji untuk memperhatikan bakat Harapan lebih serius lagi."Kami ingin Harapan T bisa memperkuat almamaternya kelak setelah menyelesaikan pendidikannya," kata Andalas yang menyebut pencapaian Harapan T. ini akan mengharumkan pendidikan tinggi di Aceh.ant/kp/RioL

Rencana Strategis Amerika Serikat untuk Menguasai Indonesia

Rencana Strategis Amerika Serikat untuk Menguasai Indonesia
Oleh : Redaksi 16 Nov 2008 - 3:30 am

oleh: Lathifah Musa

(Rekomendasi Militer AS untuk Indonesia)
Ideologi manapun di dunia ini memiliki metode (thoriqoh/jalan) untuk meluaskan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Metode perluasan Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang saat ini masih mendominasi dunia, telah berkembang sesuai zaman. Meski demikian, penjajahan tetap menjadi hal mendasar dalam Kapitalisme. Baik untuk menyebarluaskan ideologi ataupun mengeksploitasi negara-negara lain demi kepentingan para Kapitalis.

Amerika Serikat memaksakan dominasi politik, militer dan ekonomi di dunia Islam dalam rangka mengeksploitasi manfaat-manfaat materialnya. Di samping itu AS juga berusaha menyebarkan Kapitalisme pada banyak bidang, baik ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan lain-lain. (watch Khilafah vs Demokrasi )

Khiththah Politik (Strategi Politik) didefinisikan sebagai politik umum yang dirancang untuk mewujudkan salah satu tujuan yang dituntut oleh penyebaran ideologi tertentu. Sedangkan uslub politik (cara-cara politik) adalah politik khusus mengenai suatu bagian langkah yang mendukung perwujudan atau pengokohan khiththah politik. Strategi politik memungkinkan senantiasa berubah sesuai perubahan dan perkembangan konstelasi politik internasional.

Hal yang penting difahami adalah, bahwa ketika upaya menancapkan hegemoninya belum berhasil maka negara-negara Barat tidak akan mengubah (fikroh dan thoriqoh) ideologinya, namun hanya akan mengubah strategi (khiththah) dan cara-cara (uslub) politiknya untuk merancang strategi dan cara-cara politik baru. Di sinilah kaum muslimin harus mengetahui dan memahami rancangan strategi politik dan cara-cara negara-negara Barat, khususnya AS dalam menancapkan hegemoninya di Indonesia. Jika sebuah cara (uslub) politik dapat digagalkan, akan hancurlah strategi (khiththah) politik dan akhirnya gagal pula rencana musuh-musuh Islam. Hendaknya perjuangan politik kaum muslimin diarahkan untuk membongkar strategi politik dan cara-caranya (kasyful khuththath), dan pada saat yang sama diarahkan untuk memerangi ideologi Kufur (yakni memerangi fikroh dan thoriqohnya).

Tulisan ini mengungkapkan temuan media massa terhadap Rancangan Strategi Politik AS di Asia Tenggara berikut cara-caranya. Sebagai wilayah muslim terbesar dengan jumlah penduduk muslim terbanyak, Indonesia menjadi perhatian dan sasaran penting dalam Rancangan Strategis ini.

Dokumen Rencana Strategis
Dokumen The National Security Strategy of USA September 2006 menguraikan intisari sebuah konsep keamanan nasional AS yang menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi kondisi internal negara-negara lain. Titik tekan yang dipandang sebagai akar masalah bagi AS pada negeri-negeri muslim adalah kurangnya demokrasi (the lack of democracy). Perhatian terhadap keamanan fisik warga dan teritori AS pada waktu yag sama harus diiringi pemahaman bahwa menghilangkan ancaman ”terorisme” (Islam ideologis dipandang juga sebagai inspirasi teror terhadap eksistensi AS) bukan hanya membawa persoalan tersebut ke pengadilan dan menghapuskan kapasitas operasi para teroris, namun juga harus menyelesaikan ”akar penyebab” terorisme.

Departemen Pertahanan Keamanan AS dalam Quadrennial Defense Review Report 2006, memandang bahwa keterlibatan AS dalam peperangan tidaklah hanya di medan pertempuran sesungguhnya, namun juga dalam kancah perang ide/pemikiran. Dokumen RAND Corporation 2006 bertajuk Building Moderate Muslim Networks menyebutkan kemenangan AS yang tertinggi hanya bisa dicapai ketika ideologi Islam (yang AS menyebut sebagai ideologi para ekstrimis. red) didiskreditkan dalam pandangan mayoritas penduduk di tempat tinggal mereka dan di hadapan kelompok yang diam-diam menjadi pendukungnya. (color=red]Today, as recognized by the Defense Department in its Quadrennial Defense Review Report, the United States is involved in a war that is “both a battle of arms and a battle of ideas,” a war in which ultimate victory will be achieved only “when extremist ideologies are discredited in the eyes of their host populations and tacit supporters.”[/color])

Memoderatkan Muslim Indonesia

The Picture Tell everything
Strategi politik AS untuk menguasai Indonesia adalah dengan strategi menghidupkan kultur moderat yang kuat di negeri ini. Dengan cara inilah diharapkan akan muncul perlawanan terhadap Islam Ideologi dan menguatkan dukungan terhadap berbagai kebijakan Amerika yang menunggangi jargon-jargon Demokrasi-HAM dan Kesetaraan Gender.

AS melakukan klasifikasi sekaligus karakterisasi sesuai kepentingannya bahwa muslim-muslim moderat adalah mereka yang saling berbagi dimensi-dimensi kunci dari kultur demokrasi. Inilah yang akan menjadikan Indonesia terkendali di bawah AS. AS menentukan bahwa muslim moderat yang diinginkan AS memiliki sikap-sikap antara lain :

1. Mendukung demokrasi dan HAM yang difahami secara internasional (HAM versi Amerika)

2. Menghargai perbedaan/keragaman terutama penghargaan terhadap kesetaraan gender dan minoritas relijius (Perbedaan dalam konteks pluralisme bukan pluralitas)

3. Penerimaan terhadap sumber hukum non sektarian (tidak menerima hukum yang bersumber dari syariat Islam karena disebutkan intepretasi syariah tidak kompatibel dengan demokrasi)

4. Perlawanan terhadap terorisme dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang tidak legitimate (bentuk legitimate ini telah memiliki bingkai tersendiri, sebagaimana yang disahkan dalam konferensi dan konvensi internasional)


Strategi untuk membangun Jaringan MuslimModerat
Strategi umum untuk membangun Jaringan Muslim Moderat dilancarkan melalui 4 langkah yaitu pendidikan demokrasi, media, kesetraan gender dan advokasi kebijakan.

1. Pendidikan Demokrasi
Secara khusus diwujudkan dalam program-program dengan menggunakan teks-teks dan tradisi-tradisi Islam untuk pengajaran yang mendukung nilai-nilai demokrasi dan pluralistik. Perintah-perintah dalam agama dan politik yang dipandang sektarian, sangat sempit dan terbelakang disebarkan dengan radikal dan konservatif. Dengan demikian madrasah-madrasah harus dimasuki oleh sebuah kurikulum yang mempromosikan demokrasi dan nilai-nilai pluralistik. Sebagaimana di berbagai wilayah yang lain dimana agama dan masyarakat saling bersilangan (berhadapan), Indonesia adalah pemimpin dalam pendidikan demokratis yang relijius. Universitas Islam Negeri dan sistem pendidikan Muhammadiyah telah mengembangkan teksbook untuk mengajarkan pendidikan sipil dalam konteks Islami. Mata ajaran tersebut bersifat wajib untuk seluruh mahasiswa yang memasuki universitas-universitas ini. Beberapa pengajar muslim meskipun memiliki watak moderat, kurang kemampuannya untuk mengkaitkan pengajaran Islam secara eksplisit dengan nilai-nilai demokrasi.

Sebagai tanggapan terhadap kelemahan tersebut, Asia Foundations telah mengembangkan sebuah program untuk membantu usaha-usaha ulama moderat menggali teks dan tradisi bagi pengajaran yang otoritatif yang mendukung nilai-nilai demokratis. Hasilnya adalah sekumpulan bahan penulisan fiqih (hukum-hukum Islam) yang mendukung demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender. Teks-teks ini berada dalam jalur pemikiran muslim yang progresif dan sangat dibutuhkan secara internasional.

Institusi-institusi seperti Lembaga Kajian islam Sosial (LKiS) yang berbasis Nahdlatul Ulama memegang suatu prinsip bahwa dibandingkan menciptakan sekolah-sekolah Islam secara khusus, muslim seharusnya menjamin bahwa semua institusi ditanamkan dengan nilai-nilai keadilan sosial dan toleransi. “I” pada LKiS (yang bermakna islam) dengan bebas ditulis dalam huruf kecil untuk menggarisbawahi bahwa LKiS melawan tipe-tipe islamisme yang menitikberatkan pada superioritas Islam diatas agama lainnya. LKiS secara khusus terlibat dalam training-training pesantren, sekolah-sekolah terpadu Islam. Dampak dari kerja ini adalah munculnya gerakan-gerakan demokrasi muslim yang berhubungan erat di Indonesia dengan beberapa kriteria unik : (1) ulama pria yang berkampanye untuk kesetaraan gender dan (2) organisasi yang berbasis akar rumput yang memberikan kapasitas bagi gerakan untuk mencapai jangkauan yang luas pada tingkat akar rumput dalam satu langkah yang tidak bisa dicapai oleh kelompok-kelompok sekular berbasis perkotaan.




2. Media
Dilakukan dengan mendukung media-media moderat. Hal ini sangat penting untuk melawan dominasi media yang anti demokrasi dan didukung oleh elemen muslim konservatif (maksudnya muslim ideologis)

Penyebaran/ diseminasi informasi pada sebagian besar dunia muslim didominasi oleh elemen- anti demokrasi yang radikal dan konservatif. Pada faktanya, tidak ada media-media moderat pada beberapa negara. Sebuah alternatif bagi media radikal adalah alat kritis dalam perang ide.

Indonesia menyediakan sebuah model dengan sejumlah contoh media moderat “agama dan Toleransi” yang mencapai hingga 5 juta pendengar. Program radio mingguan Jaringan Islam Liberal melalui 40 stasiun radio. Institut untuk Advokasi warga negara dan pendidikan memproduksi radio talk mingguan yang mencapai pendengar hingga 1 juta melalui lima stasiun radio di Sulawesi Selatan. Stasiun Televisi TPI, menampilkan opini mingguan dalam tema kesetaraan gender dan Islam yang mencapai 250.000 pemirsa di Jakarta. Talkshow TV bulanan tentang Islam dan Pluralisme yang mencapai 400.000 pemirsa di Jogjakarta. Media-media moderat ini telah menghasilkan dampak dalam perubahan suara diskursus Islam di Indonesia.

3. Kesetaraan Gender.
Isu hak-hak perempuan adalah sebuah medan pertarungan utama (major battleground) dalam perang ide di dunia Islam. Promosi kesetaraan gender adalah komponen kritis dari beberapa proyek untuk memberdayakan muslim moderat. Nuriyah, istri Gusdur misalnya telah mempublikasikan studi exegetical yang bertujuan untuk menghapuskan poligami melalui reintepretasi konsep Al quran. Nuriyah menyimpulkan bahwa Qurani ideal adalah monogami dan bahwa adalah hak perempuan untuk secara bebas memilih pasangan seharusnya tidak dibatasi.

AS mendukung beberapa pesantren yang berafiliasi dengan NU- yang mendirikan crisis center untuk korban-korban kekerasan domestic, publikasi tulisan terkait isu-isu perempuan dalam fiqh serta membangun jaringan muslim moderat dari NGO-NGO yang mempromosikan keadilan gender seperti Rahima dan Fahmina. Beberapa isu potensial yang digarisbawahi antara lain terkait status personal perkawinan, perceraian, penahanan anak-anak, pewarisan dan tuduhan bahwa perempuan terancam perlakuan diskriminatif di bawah syariah.

4. Advokasi kebijakan.
Kelompok Islam memiliki agenda-agenda politik dan karenanya muslim moderat sekuler, liberal juga harus terlibat dalam advokasi kebijakan sebagaimana kelompok Islam. Aktivitas advokasi sangat penting untuk membentuk lingkungan politik dan hukum dalam dunia Islam. Advokat-advokat kepentingan publik dan kelompok-kelompok advokasi (aktivis HAM, pemantau korupsi, think tanks dll) pada faktanya telah berkembang di dunia Islam dewasa ini dan peran mereka sangat diperlukan oleh AS.


Pilar-pilar Jaringan Pengembangan Muslim Moderat
Untuk mencapai keberhasilan strategi ini, diperlukan jaringan-jaringan yang akan menanamkan dan mengembangkan kultur moderat ini. Di wilayah Asia Tenggara, pilar-pilar jaringan ini meliputi:

1) Sekolah-sekolah Islam, Institusi pendidikan relijius moderat (Pesantren dan Madrasah)
2) Universitas-universitas Islam.
3) Media
4) Institusi-institusi pembangun Demokrasi (Democracy-Building Institutions)
5) Usaha pembangun jaringan regional (Regional Network-Building Efforts)

Partner Kunci Keberhasilan Strategi
Demi kesuksesan rencana, diperlukan partner-partner kunci yang mengemban ideologi atau mendukung pengembangan ideologi Kapitalisme-Sekularisme-Liberalisme. Mereka ini antara lain:

1) Intelektual dan akademisi muslim liberal dan sekuler (Liberal and secular muslim academic and intellectuals)
2) Kelompok terdidik muda yang moderat dan relijius (young moderate religious scholar)
3) Aktivis-aktivis komunitas (community activist)
4) Kelompok-kelompok perempuan yang terlibat dalam kampanye kesetaraan gender women (groups engaged in gender equality campaigns)
5) Penulis dan jurnalis moderat (moderates journalist and writers)

Upaya-upaya Membangun Jaringan Regional
Dokumen RAND tersebut juga menyebutkan bahwa Asia Tenggara adalah panggung regional utama dalam upaya menghubungkan muslim moderat lokal dan nasional dan organisasi dengan jaringan regional. Sebagai pelopor dari usaha ini adalah International Center for Islam and Pluralism (ICIP) yang didirikan di Jakarta dengan dukungan Asia Foundation. Misi ICIP adalah membangun jaringan NGO muslim dan aktivis muslim progresif dan intelektual di Asia Tenggara (dan secepatnya di seluruh dunia) dan bertindak sebagai kendaraan untuk menyebarluaskan ide-ide para pemikir muslim moderat dan progresif secara internasional. ICIP telah melakukan workshop-workshop regional tentang Islam dan Demokrasi, yang pertama di Manila bersama dengan PCID pada September 2005 dan yang kedua di Jakarta pada Desember 2005. Menteri Luar Negeri Thailand Surin Pitsuwan bahkan telah menyarankan untuk memanfaatkan ICIP untuk menghubungkan komunitas pondok di Thailand Selatan dengan pesantren progresif di Indonesia.

Penutup
Pengkajian yang mendalam tentang khiththah politik negara-negara Kapitalis terhadap negeri-negeri muslim sangatlah penting dan mendesak untuk dilakukan. Secara khusus bagi para pengemban dakwah di Indonesia yang memiliki harapan dan cita-cita untuk menyelamatkan negeri ini dengan penegakan Khilafah Islamiyah. Dengan demikian, perjuangan politik menjadi lebih fokus untuk membongkar serta melawan strategi politik dan cara-cara yang dilancarkan musuh-musuh Islam.

Penguasaan terhadap konstelasi politik internasional dan pengaruhnya dalam skala nasional akan memudahkan kita untuk merancang cara-cara baru dan kreatif dalam rangka mengubah pemikiran dan perasaan umat. Kemampuan membaca jaringan-jaringan musuh dan membangun jaringan-jaringan ideologis di tengah-tengah umat akan menghancurkan jaringan musuh yang sesungguhnya lebih rapuh daripada sarang laba-laba. Hal ini sekaligus akan memberi jalan untuk meraih kepemimpinan di tengah umat.

Satu kunci keberhasilan bagi pengemban dakwah hanyalah senantiasa berpegang teguh pada fikroh dan thoriqoh di atas landasan aqidah Islam. Semoga Allah SWT akan memberikan kecemerlangan berfikir untuk menggulirkan strategi politik yang tinggi dengan cara-cara yang benar dan tepat. (HTI-Press)

Wallaahu a’lamu bish shawab.


SUMBER:
KONSEPSI POLITIK HIZBUT TAHRIR. Edisi Mu’tamadah
KANTOR JURU BICARA (NATHIQOH ROSYMIYAH) MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA
HASIL KAJIAN TIM KAMPUS NASIONAL


Konsep Khilafah Vs Demokrasi

Buku Panduan Haji Sesat

Oknum Gereja Sebarkan Buku Haji Sesat
Oleh : Fakta 13 Nov, 08 - 6:00 pm

Sebuah buku tentang ibadah haji yang menyesatkan beredar di Kabupaten Lebak, Banten. Belum diketahui siapa yang mengedarkan buku tersebut. Informasi yang dihimpun detikcom menyebutkan, buku tersebut bersampul warna hijau tanpa gambar. Pada sampul buku tertulis ibadah haji oleh H Amos.

Kepala Kantor Departemen Agama (Kakandepag) Kabupaten Lebak, Amat Saefudin, membenarkan peredaran buku tersebut. Menurut Saefudin, buku itu berisi berbagai hal yang menyesatkan umat Islam. Hal-hal yang menyesatkan antara lain, di buku itu tertulis bahwa ibadah haji adalah penyembahan terhadap berhala. Kedudukan hadis juga disebutkan lebih tinggi dari Al Quran.

"Kita masih mencari tahu siapa pelaku penyebaran buku ini," ujar Saefudin saat ditemui wartawan di kantornya, Jl Siliwangi, Lebak, Banten, Kamis (13/11/2008). ( "Pendeta Menghujat Mualaf Meralat )

Saefudin menambahkan, pihaknya sudah melakukan berbagai langkah terkait peredaran buku tersebut. Salah satunya mengumpulkan penyuluh agama di seluruh desa di Kabupaten Lebak.

Buku tersebut diduga diedarkan oleh seorang pria yang menggunakan sepeda motor.

"Pelakunya menggunakan sepeda motor. Dia memberikan buku itu kepada anak-anak kecil di dekat Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sobang," kata Ahmad Saefudin.

Ahmad mengatakan, kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Lebak. Dia berharap, polisi bisa segera mengungkap kasus ini sehingga tidak meresahkan masyarakat.

"Kita juga sudah melaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak dan MUI Lebak," ujar Saefudin.


Buku Haji Sesat Beredar di Lebak
Fotografer - Pool
Buku ibadah haji yang menyesatkan beredar di Kabupaten Lebak, Banten, Kamis (13/11). Buku bersampul hijau dengan gambar makkah tersebut ditulis oleh Drs. H. Amos



Buku bersampul hijau itu berisi berbagai hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Penyimpangan itu antara lain, ibadah haji merupakan penyembahan kepada berhala. Buku itu juga menyatakan kedudukan hadist lebih tinggi daripada Al Quran.


Majelis Ulama Indonesia bersama Departemen Agama Lebak memeriksa buku tersebut di Kantor Departemen Agama Lebak di Jl Siliwangi, Lebak, Banten, Kamis (13/11/2008).


Buku ini awalnya dibagikan kepada anak-anak kecil di sekitar KUA (Kantor Urusan Agama) Kecamatan Sobang oleh seorang pengendara sepeda motor.
sumber : Alamsyah/detikcom.


Siapa H. Amos ? ( H singkatan dari Hingar )

"Pendeta Menghujat Malaf Meralat karangan Mualaf / Kristolog H. Insan L.S. Mokoginta

buku Upacara Ibadah Haji Karangan Himar Amos sudah lama beredar di masyarakat
Adalah Drs. H. Amos yang nama aslinya Drs. Agam Poernama Winangun. Setelah pindah iman (murtad) dari Islam ke Kristen pada usia 58 tahun, dia berubah menjadi seorang Kristen Fanatik. Dengan sangat agresif dia berusaha agar kaum muslimin lainnya mau mengikuti jejaknya untuk pindah agama.

Ditulisnya buku ?Upacara Ibadah Haji? yang sangat mengelabuhi umat Islam. Dengan wajah Islam dan kutipan-kutipan Al-Qur?an dan Hadits Nabi, terkesan seolah-olah buku tersebut ditulis oleh umat Islam untuk kalangan Islam. Padahal isinya murni melecehkan dan menyerang sekaligus menantang agama Islam dan umat Islam.

Dikatakannya dalam kata pengantar halaman i bahwa buku ?Upacara Ibadah Haji? tersebut disusun sebagai tambahan informasi bagi masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji atau yang sudah menunaikan ibadah haji tetapi belum mengetahui tentang makna upacara ibadah haji.

Sementara itu dalam seluruh uraiannya dari Bab I sampai Bab V, semuanya murni melecehkan Islam dan umat Islam. Akhirnya, di bagian penutup (hal. 84), H. Amos berharap agar tambahan informasi bermuatan pelecehan itu dapat diterima dengan baik oleh para pembaca.

Sehingga, H.Amos yang mengaku-aku pernah menunaikan Ibadah Haji tahun 1983, menghimbau agar umat Islam menyadari dan tidak menutup-nutupi kekeliruan dalam hal menyembah Allah serta bertanggungjawab memperbaiki kekeliruan itu. Alasannya, karena pada dasarnya umat Islam itu menyembah setan, sesuai dengan Al-Qur'an surat Yasin 60 (sumber : Dakta)



buku Upacara Ibadah Haji Karangan Himar Amos sudah lama beredar dan sudah dicounter dengan buku "Pendeta Menghujat Mualaf Meralat karangan Mualaf / Kristolog H. Insan L.S. Mokoginta.
Lihat di http://mcb.swaramuslim.com/index.php?section=1&page=-1
atau download ebooknya di http://www.pakdenono.com/muslim_cyber_book.htm


Berita Terkait :

Buku Ibadah Haji Sesat
Polisi Periksa Sejumlah Saksi

MUI Lebak: Lapor Polisi Jika Temukan Buku Haji Sesat

Buku Haji Sesat di Lebak
Kakandepag: Peredarannya Masih Terbatas

Buku Haji Sesat di Lebak
Pengedar Buku Pria Bersepeda Motor

MUI Akan Laporkan Buku Haji Sesat ke Polisi dan Kejaksaan

Buku Ibadah Haji Sesat Beredar di Lebak Banten

Buku Haji Sesat Beredar di Lebak

Polisi Didesak Usut Buku Panduan Haji Sesat



Beri Komentar Artikel ini
Beritahu Teman
Print Artikel ini
Arsip Komentar

Forum Swaramuslim.net



ada 0 thread komentar 0 hits - dibaca 882 hits

Jumat, 14 November 2008

Tasauf!!!!!!!!!!!!!!!

Apa itu Tasawuf ?
Agustus 31, 2007 oleh sepedaku

Menurut al-Qur’an, Allah swt menciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembah-Nya. Kata-kata “hanya menyembah-Nya” mengandung pengertian jin dan manusia tidak memiliki tugas, tujuan dan pilihan lain dalam hidupnya kecuali hanya untuk menyembah Allah swt saja. Yang dimaksud dengan menyembah adalah menghamba, patuh, tunduk dan merendah terhadap kemauan Allah swt. Hal ini menuntut kepasrahan total pada-Nya. Apabila demikian pengertiannya, hubungan antara jin/manusia dengan Allah swt harus terlaksana seperti antara tuan dan hamba. Tuan adalah sosok yang kaya raya dan bisa berkehendak apapun terhadap hambanya. Semua kebutuhan hidup sang hamba yang memberikan adalah sang tuan. Jika tidak karena tuan, maka si hamba tidak dapat bisa hidup. Oleh sebab itu sang hamba menggantungkan hidupnya dari tuannya. Hal ini mengharuskan sang hamba taat dan patuh pada tuannya. Jika sang tuan menginginkan merah, maka sang hamba harus memberikan merah. Jika sang tuan menginginkan putih, maka sang hamba harus memberikan putih. Jika sang tuan menginginkan sang hamba melakukan A, maka sang hamba harus melakukan A, dan seterusnya. Namun hubungan sang hamba terhadap sang tuan tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak disertai kepatuhan total. Kepatuhan total tidak dapat dilaksanakan jika tidak dapat melaksanakan kerendahan diri di depan Sang tuan. Kerendahan diri tidak akan ada jika tidak terdapat cinta pada diri sang hamba. Dengan demikian hubungan sang hamba terhadap sang tuan dapat berjalan dengan baik hanya dengan rasa cinta. Jika rasa cinta sudah dimiliki apapun yang diperintahkan sang tuan akan dilaksanakan dengan suka cita. Dan apapun yang dilarang sang tuan akan ditinggalkan dengan ikhlas. Tujuan hidupnya hanya untuk memenuhi kesenangan sang tuan. Dia akan memelihara dan merawat semua yang dimiliki tuannya. Diapun menyayangi semua yang dimiliki tuannya. Karena harta tuannya adalah kesayangannya. Dia tak akan memikirkan kesenangan dirinya. Dia pun menjadi abdi yang mengabdi kepada tuan yang sangat dicinta. Jika demikian adanya sang tuan - karena kaya dan mampu berbuat apapun terhadap sang hamba - akan merasa bangga melihat sang hamba patuh dan tunduk padanya. Apabila sang tuan merasa senang dia akan cinta pada sang hamba. Jika demikian adanya apapun keinginan sang hamba akan dipenuhinya karena sang tuan memiliki cinta yang lebih besar terhadap sang hamba. Hubungan timbal balik antara sosok hamba dan tuan diatas adalah gambaran ideal seorang abdi manusia yang harus patuh dan tunduk pada Tuhannya. Tapi kenyataannya sangat jarang manusia yang memiliki kesadaran demikian. Disinilah diperlukan sebuah paradigma berpikir, sikap dan pembuktian atas kehidupan seorang manusia. Semua itu tidak akan ditemukan dalam berbagai wacana kecuali hanya tasawuf. Tasawuf mengatur semua gerak-gerik, langkah dan sikap seorang hamba yang berhubungan dengan Tuhan. Di dalamnya menuntut seorang hamba untuk berpikir bahwa kehidupannnya tidak memiliki tujuan lain kecuali hanya mengabdi pada Sang Maha Raja. Dialah Allah swt. Dan karena tujuan hidupnya hanya menabdi pada Allah swt, dia harus patuh, tunduk dan pasrah pada apa yang diperintahkan Tuhannya. Dia harus memiliki keyakinan bahwa kehidupannya tidak bisa berjalan kecuali dengan kekuatan yang diberikan Tuhannnya. Dengan demikian tasawuf merupakan sebuah wacana sekaligus praktik yang harus dimiliki semua individu beriman. Ini adalah sebuah bekal dan tatanan sikap seorang hamba yang ingin mengenal Tuhan, diri sendiri dan tujuan hidupnya. Oleh karenanya di dalam tasawuf tidak sedikitpun mengajarkan penindasan, kemarahan, keserakahan, penganiayaaan, dan apapun yang berbentuk menyakiti. Justru sebaliknya dalam tasawuf hanya diajarkan perkenalan, percintaan, sikap, pengorbanan, harapan, penghambaan, ketaatan, dan semua yang berbentuk pasrah. Semua sikap ini harus lebih melibatkan intusi, kepercayaan, cinta, perasaan dan iman. Tidak bisa diwujudkan dengan pengandalan penuh rasio. Kadar rasio bisa dilibatkan sedikit. Hal ini digunakan hanya untuk mendukung pengetahuan terhadap cinta yang dimiliki ketika seseorang menangkap objek Sang Maha Cinta, Allah swt. Terkait dengan hal tersebut dalam era modern sekarang ini dunia spiritual sangat gersang. Segala bentuk tatanan dan wacana dalam kehidupan hanya menawarkan rasionalitas tanpa menyentuh dimensi ruhani. Teknologi dan science lahiriah dijadikan dewa kehidupan. Inilah yang menyebabkan moralitas setiap individu sangat asing dengan Tuhannya. Padahal Tuhannya yang menyebabkan ia hidup. Tuhannya pula yang seharusnya menjadi tujuan hidup. Namun semuanya ibarat buta dan tidak tahu tanah air dimana ia dilahirkan. Akibatnya dia tidak tahu harus membela, membangun dan memajukan tanah siapa. Yang dibela, dibangun dan dimajukan hanyalah kepuasan nafsu diri sendiri. Padahal nafsu tidak akan pernah habis-habisnya mengeluarkan nafas hausnya. Semakin ia meminum air kepuasan semakin ia haus tiada tara. Akhirnya waktu-waktu dalam hidupnya hanya dihabiskan untuk memenuhi kehausan nafsu diri sendiri. Hal demikian yang menimbulkan berbagai macam efek buruk bagi kehidupan di setiap aspek. Ilmu pengetahuan dijadikan alat pemuas nafsu belaka. Politik tidak dijalankan untuk kemaslahatan masyarakat. Tetapi dijalankan untuk meraih kekuasaan. Akhirnya moralitas hilang dari pakaian individu. Jika moralitas tidak menjadi pakaian individu sistem kehidupan menjadi rusak total. Satu sama lain saling sikut, saling mengalahkan dan saling menghancurkan. Maka hukum rimba berdiri. Nilai-nilai ketuhanan terkubur dalam-dalam. Dan kehidupan manusia sebagai khalifah Tuhan binasa hingga alam rusak. Jika demikian adanya apa yang akan dilakukan seorang manusia ketika Allah swt meminta pertanggung-jawabannya kelak di akhirat? Kehidupan semacam ini harus segera dirubah. Paradigma berpikir dan perilaku harus melibatkan dimensi ruhani. Dunia ruhani harus menjadi modal dalam membangun peradaban manusia. Karena inti dari sebuah kemajuan terdapat pada nilai-nilai moralitas. Nilai-nilai moralitas dapat dijalankan hanya dengan sisi ruhani. Dan yang mengatur sisi ruhani adalah tasawuf/sufisme. Namun harus diingat dunia ruhani berbeda dengan dunia perdukununan, setan, jin, dedemit, paranormal, kebatinan, ilmu hikmah atau lainnya. Satu prinsip dalam orientasi tasawuf adalah “mencari, menggapai dan mendapatkan cinta Allah.” Tasawuf tidak mengurusi dunia mistik setani atau jini. Tasawuf juga tidak identik dengan pengobatan alternatif. Tidak pula identik dengan kekebalan tubuh, tidak mempan dibacok, tidak mempan ditembak, dapat terbang, berjalan di atas air atau keajaiban lain. Semua itu justru dapat menjauhkan seorang hamba dengan Tuhannya. Memang banyak para kekasih Allah yang diberi anugerah atau karamah sehingga menyebabkan suatu kejadian diluar kebiasaan, seperti kebal bacok, dapat mengobati orang sakit tanpa bantuan medis atau dapat melihat makhluk gaib seperti jin. Tetapi itu semua bukan tujuan kekasih Allah. Itu adalah efek seseorang ketika dekat dengan Allah swt. Allah memberikan anugerah kepadanya, sehingga apapun yang di kehendaki sang hamba akan dikabulkan. Dan sekali lagi semua anugerah berupa karomah dalam bentuk keanehan diluar kebiasaan bukan tujuan seorang kekasih Tuhan. Bukan pula orientasi tasawuf. Orientasi tasawuf adalah pembersihan jiwa, hati, dan fikiran guna mengenal, merapat dan menjadi kekasih Allah swt. A. Asal usul Kata Tasawuf Kata tasawuf secara asal usulnya memiliki beragam pendapat. Yang sering dikemukakan oleh para ahli adalah: Pertama tasawuf berasal dari kata Shûf, yang memiliki arti bulu domba, karena pakaian yang bahannya berasal dari bulu domba biasa di pakai oleh para sufi. Kedua tasawuf berasal dari bahasa Yunani Shophos artinya hikmat atau pengetahuan. Ketiga, kata tasawuf berasal dari kata Shâfa, yang memiliki arti suci. Pendapat ini dianut oleh Mazhab Jama’ah seperti Abu al-Fatih al-Bisti. Maksud perkataan ini adalah bersih dan sucinya hati dari kotoran. Keempat, tasawuf berasal dari kata Shâff, yang memiliki arti barisan. Kata ini, dimaksudkan kepada barisan pertama dalam Shalat berjam’ah. Maksudnya adalah, para sufi selalu menomor satukan Ibadah kepada Allah dalam hidupnya, sama seperti ketika mereka shalat berjamaa’ah yang selalu menempati posisi pertama dalam barisan shalat. Kelima, tasawuf berasal dari kata Suffah, kata ini dimaksudkan untuk menyamakan para sahabat Nabi yang tinggal di masjid Madinah dan mencurahkan diri untuk beribadah kepada Allah, seperi Abu Dzâr al-Ghifâri. Berdasarkan ke lima pendapat di atas, dari segi arti sepintas kata sufi lebih pantas dinisbatkan kepada kata sâfâ, yang berarti suci. Karena seorang sufi adalah orang yang bersih hatinya, bukan dilihat dari pakaiannya. Namun untuk menelusuri asal kata tidak hanya diteliti dari segi makna saja tetapi harus diteliti pula dari segi sistem bahasa. Dan jika dikaji secara ilmiah, pendapat yang lebih relevan adalah yang berasal dari kata suff- artinya bulu domba. Alasannya, kata tasawuf merupakan bentuk masdâr dari kata kerja tasawwafa, yang berarti memakai suf (pakaian yang terbuat dari bulu domba), seperti taqammasa yang memiliki arti memakai qâmis. Dengan demikian orang-orang sufi adalah orang yang tidak mengindahkan keindahan duniawi seperti layaknya memakai pakaian yang terbuat dari bulu domba yang berkualitas rendah. B. Pengertian Tasawuf Sesuai dengan asal-usul katanya, pengertian tasawuf pun memiliki keragaman pula. Menurut Ibrahim Ibn Maulid al-Râqîs yang dikutip oleh al-Tûsi, dalam mendefinisikan kata ini dirinya telah menjumlah lebih dari seratus definisi. Sementara dalam kitab Risâlah al-Qusyairiyyah, al-Qusyairî mendefinisikan tasawuf sampai lima ratus definisi yang terhimpun dari beberapa pendapat para sufi terdahulu. Sedangkan RA Nicholson (Abu Bakar Sirajuddin), pakar tasawuf asal Perancis, mengumpulkan definisi ini sampai delapan ratus tujuh puluh definisi. Berikut beberapa pendapat yang mendefinisikan tasawuf: a. Ma’rûf al-Kharqî (w.200 H), mengatakan bahwa tasawuf adalah tidak peduli akan kenyataan dan mengabaikan apa yang di tangan makhluk; siapa yang tidak sanggup merealisasikan kekafiran niscaya ia tidak sanggup pula merealisasikan tasawuf. b. Al-Junaid al-Baghdâdî (w. 297 H/909 M), mengatakan tasawuf adalah keberadaan bersama Allah tanpa adanya penghubung. c. Abu al-Husain an-Nûrî (w. 295 H) mengatakan bahwa orang-orang sufi ialah kelompok yang bersih jiwanya dari noda-noda sifat manusia, penyakit-penyakit hati, dan mereka bebas dari nafsu syahwat, sehingga mereka mendapat tempat di barisan pertama dan derajat paling tinggi di sisi Allah. d. Bisyr Ibn Haris al-Hâfî (w. 227 H) mengatakan, sufi adalah orang yang suci jiwanya menghadap Allah swt. e. Abû Abdullah Sufyan Ibn Tsauri (w. 167 H) mengatakan, tasawuf adalah diam kalau tidak punya, dan memberi kalau punya. f. Abû al-Farid Sauban Zûn al-Nûn al-Misrî (w. 249 H) mengatakan, sufi adalah orang yang tidak bosan bermohon dan tidak gelisah kalau miliknya diambil. g. Sahl al-Tustûrî (w. 283 H) mengatakan, sufi adalah orang yang membersihkan diri dari kotoran dan selalu bermeditasi, memutuskan hubungan dengan manusia hanya semata-mata karena Allah, dan dalam pandangannya emas dan lumpur itu sama saja. h. Abu Hamid al-Ghazâlî (w. 505 H) mengatakan, para sufi ialah ilmu dan amal dan buahnya adalah moralitas. Dan tasawuf merupakan semacam pengalaman maupun penderitaan riil. Oleh karena itu, para sufi adalah orang-orang yang lebih mengutamakan keadaan rohaniah daripada ucapannya dan jalan mereka adalah penyucian, pembersihan, pencerahan, persiapan dan penantian diri (ma’rifat). i. Al-Husain Ibn Manshur al-Hallâj (w. 309 H) mengatakan, tasawuf adalah keesaan zat, yang tidak dapat menerima seseorang dan seseorang tidak pula dapat menerimanya. j. Ibn al-‘Arabî (w. 638 H) mengatakan, tasawuf adalah berakhlak dengan akhlak Allah. Sufi dan tasawuf merupakan satu-kesatuan yang satu sama lain menjadi mediasi. Bagi sufi, tasawuf adalah apresiasi semua bentuk amalan dan perasaan hati. Sedangkan bagi tasawuf sufi adalah pelaksana segala bentuk rasa (dzauq) atas dasar penyingkapan intuitif (ma’rifat). Jadi ketika mendefinisikan tasawuf, berarti pula mendefinisikan sufi. Begitu juga ketika mendefinisikan sufi, secara otomatis berarti mendefinisikan tasawuf. Dari pengertian ini timbul sebuah kesimpulan bahwa para sufi selalu hidup dengan jiwa yang mengutamakan rasa dan mementingkan pengagungan Tuhan dan bebas dari egoisme. Mereka selalu merasa berada di hadirat Tuhan dan merasakannya sebagai kebahagiaan hakiki. Adapun pengertian tasawuf secara umum menurut Abû al-Wafâ, tercakup pada kesimpulan, bahwa tasawuf adalah falsafah hidup dan cara tertentu dalam tingkah laku manusia. Yaitu untuk merealisasikan kesempurnaan moral, pemaknaan hakekat realitas, dan kebahagiaan rohaniah. Tetapi kesimpulan yang demikian ini sebenarnya masih kurang memenuhi semua makna tasawuf, karena tasawuf memiliki keberagaman pengalaman satu sama lainnya. Bagi mereka yang merasakan pengalaman bidang tasawuf tentu hanya melibatkan rasa (zauq) dan mereka tidak jarang menyampingkan rasio. Untuk itu terkadang susah mengungkapkan rasa yang dialami dengan kata-kata atau kalimat. Sementara pengungkapan rasa menjadi sebuah definisi akan menjadikan makna berbeda antara sufi satu dengan lainnya, karena pengalaman dan rasa yang berbeda-beda yang mereka alami. Menurut A. R Badawi tasawuf memiliki dua warna yang menghiasinya. Pertama, di dalam tasawuf terdapat pengalaman rohani, yakni adanya komunikasi antara Tuhan dan sufi. Yang dimaksud dengan komunikasi antara Tuhan dan sufi adalah sebuah kedekatan antara Tuhan dengan sufi. Sang sufi sudah mengaggap bahwa tidak ada wujud yang hakiki kecuali Tuhan. Ia yang memberi segala macam kehidupan. Ia pula yang menjadi sumber segala inspirasi. Untuk itu sang sufi selalu melihat dan menyadari kemanapun dia berpaling disitu ada wajah Tuhannya. Hal demikian yang membuatnya mengenal, kemudian dekat dan selalu mengadakan komunikasi. Dengan adanya komunikasi setiap saat antara sang sufi dan Tuhan keduanya memiliki rasa cinta yang saling mengasihi. Dan inilah landasan tasawuf. Kedua, merasakan persatuan antara sufi dengan Tuhan. Maksudnya bahwa semua selain Tuhan adalah fana’ , tidak memiliki kekuatan, dan pasti binasa. Oleh karenanya secara haikiki tidak ada wujud kecuali Tuhan. Bahkan diri sendiri pun tidak ada. Wujud hakiki yang ada hanyalah Tuhan. Inilah yang dinamakan dengan fana’ fillah. Ketiadaan selain Tuhan di dalam Tuhan. Seseorang yang memiliki kesadaran ini tidak mengaggap dunia seisinya ada. Yang ada hanyalah Tuhan, yang menjadi kekasihnya. Bahkan diri sendiripun tidak dikenalnya. Yang dikenal dan dirasa hanyalah Tuhan. Pada kesempatan lain Abû al-Wafâ memberikan lima karakter yang melingkupi tasawuf. Pertama, tasawuf adalah penyucian jiwa dengan meningkatkan akhlak. Kedua, mengalami pengalaman rohani berupa fana, yaitu leburnya kesadaran sufi akan dirinya, dan juga mengalami baqa, yaitu langgengnya kesadaran akan Tuhan dengan dirinya. Ketiga, mengakui adanya pengetahuan yang bersifat intuitif (dzauq) yang datang dari Tuhan. Keempat, merasakan ketenteraman rohani. Kelima, pengalaman tasawuf adalah pengalaman pribadi, untuk itu hanya bisa diungkapkan secara simbolik. Dari beberapa pernyataan yang disebutkan di atas kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa, tasawuf adalah sebuah penyerahan diri yang bertujuan untuk mendekatkan diri dengan sedekat-dekatnya kepada Tuhan melalui penyucian jiwa dari segala kotoran rohani, yang tujuannya untuk mendapatkan kesadaran menyatu dengan Tuhan dan mendapatkan pengetahuan ma’rifat. Penyerahan diri bagi para sufi adalah menyerahkan hidup dan matinya hanya untuk beribadah. Dengan pengertian, semua bentuk kegiatan yang dilakukan hanya untuk Allah dan semua bentuk yang ia rasakan dan ia tuju hanya berorientasi karena Allah. Namun semua itu tidak dapat terealisasi keculai dengan sebuah jalan. Jalan tersebut memilikilika-liku yang tidak dapat dilalui dengan mudah. Jalan tersebut ialah penyucian diri. Sebab untuk mendekati Tuhan Yang Maha Suci harus didekati dengan jiwa yang suci. Penyucian diri bagi para sufi adalah, menyucikan jiwa dan raga dari semua hal-hal yang dapat menjauhkan dirinya dengan Tuhan, yakni dari hal-hal yang berbau haram, makruh, dan syubhat, serta menjalankan semua hak-Nya. Hak Allah untuk disembah-Nya dengan mengerjakan yang wajib. Untuk didekati-Nya dengan berzikir. Untuk diperhatikan-Nya dengan meninggalkan semua larangan-Nya. Dan untuk dicintai-Nya dengan melaksanakan yang sunnah. Mendekatkan diri pada Allah bagi para sufi adalah sebuah aplikasi dari rasa cinta yang tiada banding. Ia memiliki nilai cinta yang tinggi kepada Tuhannya. Cintanya kepada selain Tuhan tidak akan mengalahkan cintanya kepada selain Tuhan. Dan orang yang memiliki cinta akan selalu menginginkan dekat dengan yang dicintainya. Ia ingin selalu berhubungan dan dekat dengan-Nya dan tujuan dekat dengan sang kekasih adalah menyatu. Menyatu antara sufi dan Tuhan dalam pengalaman rohani tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Hal inilah yang menjadikan Ibnu ‘Arabi berkata bahwa tasawuf adalah ilmu yang bersifat pasti dan meyakinkan. Ilmu ini datangnya langsung dari Allah swt, bukan melalui dalil-dalil. Dan orang yang mendapatkannya adalah orang-orang yang memiliki anugerah dan derajat khusus di sisi Allah swt. Dengan demikian Ia menerima segala sesuatu tidak melalui apapun kecuali langsung dari Allah swt. Oleh sebab itu semua yang ia dapat terkadang susah untuk diungkapkan dengan kata-kata sehingga orang awam sukar untuk memahaminya. Ilmu dan pengalaman dari Allah swt yang didapat merupakan karunia setelah para sufi menempuh berbagai penyucian rohani. Dan yang berhasil mendapatkan karunia semacam ini hanyalah para Nabi dan wali saja. Dengan demikian ada beberapa unsur yang melekat pada ilmu tasawuf, yaitu: 1. Tasawuf adalah ilmu pengetahuan yang bersifat ruhani. Pengetahuan ini tidak bisa dirasakan dengan lahiriyah ragawi. Tetapi hanya dapat dirasakan dan diusahakan dengan jiwa. Karena datangnya dari Allah swt. 2. Tujuan bertasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah swt. pendekatan diri ini untuk mencapai pengenalan dan kedekatan dengan-Nya. Dan jika sudah memiliki kedekatan dengan Tuhan, maka ia akan diberi anugerah pengetahuan dan menjadi kekasih-Nya. Jika sudah menjadi kekasih-Nya semua selain Allah swt akan dipandang sebagai kehinaan dan apa yang diinginkannya akan dikabulkan oleh Allah swt. sebagaimana firman Allah swt: Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.( QS. Al-Baqarah/2:186) 3. Cara untuk mencapai kedekatan diri dengan Allah adalah dengan penyucian jiwa. Cara ini dilakukan dengan susah payah. Anugerah yang didapat pun tergantung kehendak Allah swt. Penyucian jiwa yang dilakukan harus menampik semua keindahan selain Allah swt dan menyatukan orientasi pada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt: Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(QS. Al-Ankabut/ 29: 69). C. Asal-Usul Sufisme (tasawuf) Para pengamat tasawuf memberikan beberapa gambaran terhadap asal-usul tasawuf. Sebagian dari mereka, khususnya peneliti Barat berargumen bahwa tasawuf memiliki asal-usul dari unsur-unsur luar Islam. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan dan gaya hidup para sufi yang sama dengan para pemuka agama selain Islam. Berikut beberapa pandangan terhadap asal-usul tasawuf. 1. Unsur Nashrani Satu pendapat mengatakan tasawuf berasal dari Nashrani atau Kristen. Hal ini dibuktikan dari kehidupan para sufi yang selalu mementingkan kehidupan akhirat dibandingkan kepentingan duniawi. Begitu juga dengan kehidupan para rahib-rahib gereja yang hidup dalam kefakiran dan tanpa nikah. Pendapat ini dianut oleh Ignaz Goldziher, orientalis asal Jerman. Ia berpendapat, tasawuf memiliki dua ciri. Tasawauf asketis dan tasawuf secara luas. Tasawuf secara asketis memiliki akar dan pengaruh dari Kristen. Sedangkan tasawuf secara luas, seperti teori-teori ma’rifat, dan hal, memiliki pengaruh dari Hindu dan Neo Platonisme. Adapun pokok-pokok ajaran kristen yang dianggap mempengaruhi tasawuf adalah: 1. Gaya hidup yang fakir. Sebagaimana Isa al-Masih yang selalu mengajarkan hidup dalam kefakiran, tasawuf juga memiliki semangat konsep yang sama. Dalam injil Mathius dikatakan: “beruntunglah kamu orang-orang miskin karena bagimulah kerajaan Allah….Beruntunglah kamu orang yang lapar karena kamu akan kenyang.” 2. Menjaga diri dari menikah, karena dengan menikah akan lupa kepada Tuhan. 3. Terdapat ketergantungan dan ketundukan serta kepatuhan kepada guru spiritual. Karena guru adalah sang pemberi jalan untuk dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini juga dapat ditemukan pada ajaran kristen yang menganggap pendeta adalah sosok penghapus dosa. 4. Kesaksian, yaitu menyaksikan keindahan dan kasih sayang Tuhan secara hakiki. Hal demikian dapat ditemukan pada kitab dan ajaran injil. 5. Pasrah kepada Tuhan. Ajaran ini banyak terdapat dalam injil sebagaimana disampaikan: “Perhatikan burung-burung di langit, dia tidak menanam, dia tidak mengetam dan tidak duka cita pada waktu susah. Bapak kamu dari langit tidak memberi kekuatan kepadanya. Bukankah kamu lebih mulia daripada burung?” Sejalan dengan hal tersebut al-Taftazani mengutip RA. Nicolson yang mengatakan: “kecenderungan asketisme dan kontemplasi ternyata sesuai dengan kristen, bahkan diantaranya menjadi titik tolaknya. Banyak teks injil dan ungkapan yang dikatakan sebagai ucapan al-Masih ternyata ternukil di dalam biografi para sufi angkatan pertama. Bahkan seringkali muncul para biarawan kristen menjadi guru dan menasihati serta memberi pengarahan kepada asketis muslim. Kitapun dapat melihat baju yang terbuat dari bulu domba itu berasal dari ummat kristen. Nazar untuk tidak berbicara, zikir, dan latihan-latihan rohani lainnya mungkin berasal dari sumber yang sama. Begitu juga hal-hal yang berkaitan dengan kerinduan ilahiyah.” Gaya hidup yang dilakukan Isa al-Masih dan para pengikutnya mendapatkan kelestarian dari para sufi. Hal ini yang menyebabkan tasawuf dianggap sebagai penerus ajaran kristen oleh sebagian pendapat. Dengan begitu menurut secara subyektif tasawuf berasal dari ajaran Kristen atau paling tidak terpengaruh dari unsur Kristen. 2. Unsur Persia Ajaran tasawuf selalu mengedepankan prinsip, bahwa kehidupan yang mementingkan materi akan sia-sia, karena hakikat hidup adalah menjadi kekasih Tuhan. Hal-hal yang bernuansa materi dapat memalingkan kepada Tuhan. Ajaran demikian ternyata terdapat pada doktrin agama Persia, Manu dan Mazdaq. Begitu juga tentang kosmologi ajaran tasawuf yang menerangkan teori hakikat Muhammadiyyah diidentikkan oleh sebuah pendapat dengan teori Harmuz dalam ajaran agama Zaratrusta. 3. Unsur Hindu dan Budha Terdapat sebuah pandangan juga yang mengatakan bahwa, ajaran tasawuf berasal dari unsur-unsur Hindu atau Budha. Hal ini bisa dilihat dari ajaran khusu’, pengawasan diri dari keindahan dunia yang menyebabkan nafsu tergoda. Atau doktrin yang mengajarkan bahwa hidup adalah sementara maka dari itu harus diisi dengan mencari kebaikan sebanyak mungkin. Faham fana’ dan baqa’ pun ternyata sudah di dahului oleh faham nirwana dalam ajaran Budha. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hartman et Hoten, seorang orientalis, bahwa tasawuf Islam dipengaruhi ajaran Hindu, Mani, Masehi, dan Neo Platonisme. Hal tersebut ia nyatakan setelah mengkaji beberapa teori-teori Abu Yazid al-Busthami, al-Hallaj dan Junaid al-Baghdadi. 4. Unsur Yunani Yunani adalah negeri para filosof. Salah satu filosof yang mengajarkan tentang hidup zuhud, dan keyakinan tentang roh adalah Phytagoras. Ia menjelaskan bahwa roh manusia itu kekal dan asing ketika berada di dunia. Bagi roh dunia merupakan penjara. Sedangkan kesenangan roh adalah meninggalkan kehidupan yang bersifat materi. Hal itu harus dilakukan dengan hidup zuhud. Seseorang pun diharuskan melakukan kontemplasi. Fenomena ini yang menyebabkan sebuah pendapat mengatakan tasawuf terpengaruh oleh unsur-unsur Yunani, karena semua yang diajarkan oleh Phytagoras diajarkan pula dalam doktrin tasawuf, seperti zuhud. Begitu juga dengan filsafat Plotinus yang mengatakan, bahwa wujud ini memancar dari Zat Tuhan Yang Maha Esa dan roh berasal dari-Nya dan akan kembali. Namun sebelum kembali harus telebih dahulu dibersihkan dari segala macam materi duniawi. Adapun cara penyuciannya dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat mungkin, bahkan bersatu dengan-Nya. Hal di atas merupakan ajaran yang memiliki kandungan sama dengan teori-teori tasawuf falsafi yang diajarkan Syuhrawardi al-Maqtul, Ibn ‘Arabi, Al-Hallaj dan lain-lain. 5. Analisis Dari semua pendapat tersebut unsur-unsur setiap ajaran atau agama sebelum Islam memang memiliki kesamaan dengan doktrin tasawuf atau sebaliknya. Tetapi bukan berarti tasawuf mengadopsi dan hasil pengaruh dari ajaran dan doktrin luar Islam. Sebagaimana diketahui bahwa kehidupan yang dilakukan sufi seperti zuhd, wara’ dan lain sebagainya adalah kehidupan yang mencontoh Rasulullah saw beserta para sahabat. Rasulullah beserta para sahabat tidak pernah bersentuhan dengan literatur-literatur Yunani, Kristen atau Hindu dan Budha. Begitu juga dengan pergaulan yang dilakukan mereka. Rasulullah adalah seorang yang ummi. Beliau tidak pernah mempelajari tingkah laku para rahib atau filosof. Semua doktrin zuhud yang dipraktikkan rasul dan para sahabat merupakan praktik keseharian yang independen tanpa pengaruh dan imitasi. Begitu juga dengan faham tasawuf falsafi, para sufi selalu bertolak dari Al-Qur’an dan sunnah. Bahkan jika dikaji dan dilihat teori-teori yang ditulis akan tampak bahwa teori-teori falsafi mereka nampak sebagai sebuah tulisan tafsir ayat-ayat al-Qur’an. Dengan demikian terdapat perjumpaan atau persamaan antara ajaran tasawuf dengan ajaran-ajaran atau agama lain. Dan ini bukan berarti antara satu ajaran dengan lainnya saling mempengaruhi. Kesimpulannya berdasarkan prinsip Islam semua persamaan yang terlihat dalam tasawuf dan ajaran agama lain bukan suatu hal yang saling mempengaruhi, tetapi tasawuf merupakan ajaran dan faham yang kebetulan memiliki persamaan dengan ajaran-ajaran lain. Hal ini bisa bisa juga diartikan tasawuf sebagai penerus ajaran agama lain. Dan tasawuf tampil sebagai penyempurna doktrin-doktrin agama lain. D. Asas-asas Sufisme (tasawuf) Sufisme/tasawuf adalah ajaran dan doktrin moralitas. Ia adalah faham yang mengajarkan hubungan antara Tuhan dan seorang hamba dan sebaliknya. Doktrin-doktrin tersebut bukan tanpa asas atau dasar, tetapi bermuara dari mutiara-mutiara ayat-ayat al-Qur’an dan perilaku Rasulullah saw dan doktrinnya. Tasawuf juga merupakan ajaran yang bertitik tolak dari akhlak atau perilaku. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pembersihan jiwa. Karena tujuan dari tasawuf adalah mendekatkan diri dengan sedekat-dekatnya kepada Allah swt hingga mengenal dan menjadi kekasih-Nya. Allah swt Maha Suci, tentu saja tidak dapat didekati dengan jiwa yang tidak uci. Untuk dapat mendekati-Nya seseorang harus suci baik dari kotoran jasmani maupun kotoran rohani. Kotoran jasmani dapat dibersihkan dengan ilmu syari’at lahiriyah. Sedangkan kotoran batiniyah dapat dibersihkan dengan ilmu syari’at batiniyyah, yaitu akhlak. Akhlak merupakan pengejawantahan dari sisi ajaran ihsan. Dan Ihsan memiliki dimensi yang dinamakan dengan tasawuf. Dengan demikian tasawuf adalah kendaraan untuk mengantarkan pada pembersihan jiwa rohani agar menjadi bersih dan dapat mendekati Allah swt dengan sedekat-dekatnya. Kendaran tersebut berupa khauf, raja’, taubah, zuhud, tawakkal, sukur, sabr, ridla dan lain-lain. Kesemuanya menyangkut kedaaan hati dan rohani. Konsep khauf misalnya, keadaan dimana sufi memiliki ketakutan yang sangat kepada Allah swt. Ia takut akan marah-Nya Allah swt sehingga apabila didengarkan firman-firman-Nya ia selalu mendapatkan kesedihan tiada tara sebagaimana firman Allah swt: Artinya: Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad s.a.w.)(QS. Al-Maidah/5: 83) Begitu juga dengan ayat yang menerangkan tentang tenangnya jiwa apabila selalu mengingat Allah swt. Orang yang cinta kepada Allah swt akan selalu ingat kepada-Nya. Dimanapun dan kapanpun ia akan selalu berzikir mengucapkan nama-Nya, karena ia cinta. Ia akan mendapatkan ketenangan dan memperoleh ketentraman jiwa. Sebagaimana firman Allah swt: Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS Ar-ra’d/13: 2 Artiya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran / 3: 191) Begitu juga dengan tobat. Seorang sufi akan selalu membenahi diri dari segala kesalahan yang pernah dilakukan. Ia akan selalu berusaha membersihkan diri sesuci-sucinya. Usaha tersebut dinamakan dengan tobat. Allah swt berfirman: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS At-Tahrim/66: Tasawuf juga mengajarkan untuk bersyukur, tawakkkal, lebih mementingkan akhirat dibandingkan duniawi dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah swt: Artinya: Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.(QS Al-Mukmin/40: 55) Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim/14: 7) Artinya: ….Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (QS An_Nisa/4:77) Artinya: Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (At-Talaq/65: 3) Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Al-hujurat/49:13) Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim/14: 7) Doktrin-doktrin tasawuf tidak hanya ditemukan dalam Al-Qur’an, tetapi hadits memuat hal itu. Diantaranya: Artinya : “seorang laki-laki dsatang kepada Nabi s.a.w lalu berkata, “wahai Nabi Allah berwasiatlah kepadaku.” Nabi berkata, “bertakwalah kepada Allah, karena itu adalah himpunan setiap kebaikan. Berjihadlah, karena itu kehidupan seorang rahbani muslim. Berdzikirlah, karena itu adalah nur (cahaya) bagimu.” (HR. Bukhari) Artinya : “sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak dsapat melihatnya-Nya, maka Ia pasti melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim) Artinya : “Dan dari Ali Karramallahu Wajhahu : Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, manakah jalan yang terdekat kepada Allah dan yang termudah atas hamba-hamba-Allah dan yang paling afdhal di sisi Allah? Maka Rasulullah bersabdas, ‘Ya Ali, hendaknya engkau selalu mengekalkan mengingat (dzikir) Allah. Maka Ali berkata, ‘tiap orang berdzikir kepada Allah’. Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Ya Ali, tidak akan terjadi kiamat sehingga tiada tinggal lagi di atas permukaan bumi ini orang-orang yang mengucapkan Allah, Allah. Maka Ali berkata kepada Rasululla, ‘Bagaimana caranya aku berdzikir ya Rasulullah? Maka Rasulullah bersabda, ‘Coba pejamkan kedua matamu dan dengarkan dari saya ucapan tiga kali. Kemudian ucapkanlah Ali seperti itu dan aku akan mendengarkan. Maka Rasulullah saw. berkata, ‘Laa Ilaaha Illa Allah tiga kali sedang kedua matanya tertutup. Kemudian Ali pun mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illa Allah seperti demikian.” 1. Berasaskan al-Qur’an Al-Qur’an dan hadits Nabi adalah sumber kehidupan yang wajib dijadikan pedoman bagi ummat Islam. Banyak materi yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits membidani lahirnya teori-teori dan doktrin tasawuf. Hal ini bisa dilihat dari ayat berikut: “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mumin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Maidah: 54) Ayat diatas menerangkan bahwa Allah swt menurunkan kaum yang memiliki cinta. Cinta adalah sebuah rasa atau keadaan jiwa yang dapat menadamaikan kehidupan. Cinta yang hakiki adalah cinta kepada dan berdasarkan Allah swt. Konsep cinta di dalam Islam hanya terdapat pada doktrin sufisme/tasawuf. Doktrin ini dinamakan dengan mahabbah. Selanjutnya dalam al-Qur’an selalu ditekankan kepada orang-orang yang beriman untuk mensucikan jiwa agar hubungannya dengan Tuhan berjalan lancar. Proses penyucian ini dalam tasawuf dinamakan dengan tazkiyatun nafs. Al-Qur’an membicarakan hal ini dalam ayat berikut: “Hai orang-orang yang beriman bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebesar-besarnya, mudah-mudahan Tuhan kemu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi, dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, sesungguhnya, Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.” (QS at-Tahrim: Ayat diatas menunjukkan perintah melaksanakan kesucian jiwa dengan bertobat dan memberikan pahala sorga bagi siapa saja yang terlepas dari kotoran jiwa dan dosa. Jika sudah suci maka ia akan mudah mendekat kepada Sang Khalik. Dan apabila sudah mendekat, maka ia akan bertemu, mengetahui, mengenal Tuhan-Nya dan akan menjadi kekasih-Nya. Kemanapun dan dimanapun ia berada akan selalu melihat dan mengingat Allah swt. Seperti dalam ayat berikut: “Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka ke manapun engkau menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya lagi Maha Mengetahui).”(QS al-Baqarah: 115) Ayat di atas menerangkan konsep mahabbah dan wahdat al-wujud. Konsep-konsep ini adalah wacana penting tasawuf/sufisme. Dengan demikian apakah seseorang masih mengatakan jika doktrin-doktrin sufisme berasal dari unsur selain Islam? Begitu juga tentang doktrin kedekatan Tuhan dan hamba. Ayat berikut menerangkan tentang hal tersebut. “Jika hamba-hamba-Ku bertanya padamu tentang diri-Ku, Aku adalah dekat, Aku mengabulkan seruan orang yang memanggil jika ia dipanggil Aku.” (QS al-Baqarah: 186). “Sebenarnya Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dinisikkan dirinya kepadanya. Kami lebih dekat kepadanya daripada pembuluh darahnya sendiri.” (QS Qaf:16). Ke dua ayat diatas menginformasikan bahwa Allah begitu dekat. Untuk itu berlaku awaslah terhadap perilaku, karena Allah selalu melihat dan memantau. Dan Allah Maha Mendengar semua permintaan hamba-hambanya. Ini merupakan ajaran sufisme yang selalu ditekankan. Dalam al-Qur’an juga ditegaskan untuk tidak terikat pada kehidupan duniawi yang serba material. Karena kehidupan semacam ini akan sia-sia. Ia tidak dapat mencapai tujuan hakiki hidup di dunia. “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdaya kamu tentang Allah.” (QS. Fathir : 5) “katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sementara, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.(Qs an-Nisa: 77) Di lain ayat al-Qur’an mengajarkan takwa, sukur, sabar, ridla dan tawakkal kepada Allah swt. Ajaran-ajaran ini adalah pakaian bagi seorang penempuh jalan ruhani. Sebagaimana Allah swt berfirman: “Sesunguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di anatar kamu. (QS al-Hujurat: 13). “Dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman itu bertawakkal.(QS az-Zumar: 39) “Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti akan menambahkan (nikmat) kepadamu.(QS Ibrahim: 7) “Maka bersabarlah kamu karena sesunguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.(QS. Al-Mu’min: 55). “Allah ridla terhadap mereka, dan mereka pun ridla terhadap-Nya.”(QS al-Maidah: 119) 2. Berasaskan Sunnah Rasul Rasulullah saw merupakan manusia yang dijadikan panutan dan tuntunan hidup oleh kaum sufi. Ia merupakan manusia prototipe yang dijadikan acuan untuk mendekatkan diri pada Allah swt dan menyucikan jiwa. Tidak ada konsep sufi yang bertentangan dengan cara hidup beliau. Dan semua konsep sufisme mengacu pada doktrin dan perilaku Rasulullah saw. At-Taftazani membagi kehidupan Rasulullah saw dalam dua bagian. Bagian pertama adalah kehidupan Rasulullah saw sebelum diangkat menjadi rasul. Dan bagian ke dua adalah kehidupan ketika sudah diangkat menjadi rasul. Sebelum diangkat menjadi rasul Nabi saw selalu mengasingkan diri di tempat sunyi. Khususnya di bulan Ramadlan beliau selalu berkontemplasi, merenung dan meminta petunjuk di Gua Hira. Jauh dari keramaian dan kesibukkan duniawi. Beliau bertafakkur dan menyucikan jiwa dari semua hal yang berbau materi. Aktifitasnya ini menjadikan beliau suci hati dan jiwa. Dalam keadaan demikian Allah memberikan petunjuk dan mengangkatnya sebagai seoarang rasul. Kehidupan inilah yang menjadikan inspirasi bagi para sufi untuk melakukan riyadlah agar kesucian jiwa terpenuhi demi mendapatkan pengenalan dan menjadi kekasih Tuhan. Setelah diangkat menjadi rasul tidak ada sesaat pun dalam kehidupan beliau saw., yang tidak tercatat dan terekam oleh ummatnya. Perintah, perilaku dan larangan serta penetapannya selalu terekam untuk dijadikan sumber hukum setelah al-Qur’an. Laku hidup beliau selalu dijadikan pegangan bagi kehidupan zuhud dan doktrin sufisme. Dalam catatan yang terbatas ini tidak cukup ditulis ajaran-ajaran beliau mengenai laku hidup sufisme. Namun ada beberapa rekaman yang patut di tulis untuk mewakili sufisme sebagai doktrin yang diajarkan Rasulullah saw. Dalam sebuah doa Rasulullah saw berkata: “Wahai Allah, hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin,”(HR at-Tirmizi, Ibn Majah, dan Hakim). Atau dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah datang ke rumah isterinya, Aisyah, ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Hal tersebut diterimanya dengan sabar, dan beliau menahan laparnya dengan berpuasa. (HR Abu Daud, at-Tirimizi, dan Nasa’i). Dalam beberapa hadits Nabi saw memiliki sifat-sifat terpuji, seperti kasih sayang, penyantun, suka memberi, suka berterimakasih, pemberani, dan sebagainya. Hal ini yang ditunjukkan pada Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Nabi saw ia menjawab, “Akhlaknya adalah al-Qur’an.” (HR. ahmad dan Muslim). Semua yang dilakukan dan dipraktikkan Rasulullah adalah doktrin sufisme. Karena Rasulullah saw memiliki kepribadian sempurna. Beliau adalah suri teladan untuk seluruh ummat manusia. Dan ini adalah tipe ideal bagi setiap sufi. Diceritakan dalam riwayat Aisyah suatu malam Nabi mengerjakan shalat malam. Karena panjang dan banyak rakaatnya, lututnya bergetar. Tatkala sujud terdengar suara tangisnya, namun beliau tetap melakukan shalat sampai azan Bilal Ibn Rabah terdengar di waktu subuh. Melihat Nabi tekun melakukan shalat Aisyah bertanya. “wahai tuan, bukankah dosamu yang terdahulu dan yang akan datang telah diampuni Allah. Mengapa engkau masih terlalu banyak melakukan shalat?” Nabi saw menjawab, “Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah saw juga sering berzikir. Dalam sebuah hadits beliau berkata: “Sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya setiap hari tujuh puluh kali.” (HR at-Tabrani). Dalam riwayat yang lain dikatakan Nabi meminta ampun setiap hari seratus kali (HR Muslim). Dan Nabi selalu melakukan i’tikaf di masjid terutama pada malam-malam sepuluh ramadlan akhir (HR Bukhari Muslim). Dalam perilaku Rasulullah saw sering memberikan wejangan-wejangan bagaimana laku hidup yang baik agar dekat dengan Allah swt seperti: “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu; dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan orang banyak niscaya mareka pun akan mencintaimu.” (HR. Ibn Majah, at-Tabrani al-Hakim dan Baihaqi). Nabi juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi mengenai kewalian, yaitu: “Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada yang lebih Ku-sukai dari pada pengamalan segala yang kufardlukan atasnya. Kemudian, hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunah, maka Aku senantiasa mencintainya. Bila Aku telah jatuh cinta kepadanya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar. Aku penglihatannya yang dengannya ia melihat. Aku tangannya yang dengannya ia memukul. Aku kakinya yang dengan itu ia berjalan. Bila ia memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya. Jika ia meminta perlindungan, ia Ku-lindungi.” (HR Bukhari). Dilain waktu Nabi pernah bersabda: “sayangilah yang ada dibumi, niscaya kau akan disayangi oleh yang ada di langit” (HR Bukhari) Hadits ini merupakan baju kehidupan sufi. Karena seorang sufi memiliki sifat kasih sayang pada semua ciptaan Allah. Sebab mereka menyadari bahwa ciptaan Allah adalah milik Allah dan Allah adalah Sang kekasih. Untuk itu mereka sangat mencintai, merawat dan sayang pada milik Sang Kekasih. Beberapa sumber di atas dapat dijadikan bukti dan penguat bahwa al-Qur’an dan hadits mendukung semua bentuk doktrin dan teori tasawuf. Jika sekalangan pendapat mengatakan bahwa praktik zuhud, kewalian dan teori-teori falsasfi bukanlah ajaran Nabi sungguh sangat disayangkan, karena persepsi yang demikian sangat bersifat interpretatif-subyektif dan tidak mendasa