Rabu, 31 Desember 2008

75% Anak Idiot karena Usia Ibu

75% Anak Idiot karena Usia Ibu

PERNAHKAH Anda memperhatikan seseorang dengan ciri mata sipit, ''jembatan'' hidung datar dan lebar, dan lidah besar dengan mulut kecil cenderung terbuka? Dalam ilmu kedokteran, orang dengan ciri-ciri itu sering disebut mongolism (seperti orang Mongol), sedangkan yang lain menyebut idiot.

''Namun istilah mongolism tidak bisa dipakai lagi setelah pemerintah Mongolia menyatakan keberatan,'' kata Prof dr Sultana MH Faradz PhD yang Kamis (10/6) lalu dikukuhkan sebagai guru besar ke-25 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

''Sekarang orang yang memiliki ciri-ciri itu disebut syndrom down. Istilah itu diambil dari nama penemunya,'' terang Sultana yang lahir di Purbalingga, 52 tahun lalu.

Menurut dia, kondisi itu lebih sering karena ketika melahirkan, usia ibu sudah lebih dari 35 tahun. ''Hanya 5% kasus ini bukan karena usia ibu,'' kata Ketua Unit Molekuler dan Sitogenetika Laboratorium Bioteknologi Kedokteran FK Undip tersebut.

Dia juga mengatakan, masyarakat sering menganggap syndrom down sama dengan idiot. Padahal, hal itu merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh retardasi mental. ''Bukan penyakit keturunan,'' tandasnya.

Menurut Sultana, diagnosis melalui analisis kromosom menunjukkan, penderita idiot mempunyai kelebihan satu kromosom 21, sehingga identifikasi retardasi mental tidak bisa hanya didasarkan pada IQ. ''Karakteristik retardasi mental di sini adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata, yaitu 70-75, disertai beberapa keterbatasan keterampilan penyesuaian seperti komunikasi, merawat diri, dan kecakapan akademik,'' jelasnya.

Dalam rapat senat terbuka di Auditorium Undip Pleburan, dr Sulatana menyampaikan pidato ilmiah ''Retardasi Mental, Pendekatan Seluler dan Molekuler'' yang merupakan hasil penelitian terhadap anak-anak yang mengidap retardasi mental dengan pemeriksaan kromosom dan DNA.

Hasil penelitiannya menunjukkan, selain syndrom down, kondisi anak juga bisa disebabkan oleh sindrom Fragile X. ''Ini merupakan kasus retardasi mental genetik yang diwariskan. Ciri utamanya adalah kerapuhan pada ujung lengan panjang kromosom X,'' ujarnya.

Menurut dia, gejala klinik penyakit sindrom Fragile X adalah pembesaran buah testis, telinga besar dan menggantung, serta wajah yang panjang. ''Penyakit retardasi mental tidak bisa diobati karena berkaitan dengan genetik. Namun, penderita bisa ditangani,'' tambahnya. (wid-89k)


Copyright© 2008-2009 SUARA MERDEKA-SEMARANG

Tidak ada komentar: